Mohon tunggu...
Syaifull Hisyam
Syaifull Hisyam Mohon Tunggu... wiraswasta -

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Mendung Tak Selamanya

23 Oktober 2017   01:51 Diperbarui: 23 Oktober 2017   03:18 3612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Yaa Allah Gusti. Dimanakah keberadaan cucuku. Astaghfirullaahal adziim. Ampunilah dosa-dosa hambamu ini Gusti. Hanya kepadamulah ku memohon ampun. Ya Allah Yaa Rabbi. Bukakanlah pintu maaf bagi hambamu yang nista ini Yaa Allah.

Siang itu keresahan hatinya ditumpahkan. Ia berjanji untuk selalu ta'at dan senantiasa menjauhi larangan-larangannya.

Usai mengadu kepada Yang Kuasa, Aminah seperti mendapatkan ketenangan. Ia meyakini jika cucunya telah pulang terlebih dahulu bersama teman-temannya. Dengan berat hati ia langkahkan kakinya kembali ke sawah. Siapa tahu Qohar mencarinya di sawah, begitu pikirnya dalam hati. Ketika telah melangkahkan kakinya beberapa langkah, Aminah seperti melihat seorang kakek berjubah putih tak jauh dari tempatnya berdiri. Awalnya bulu kuduk Aminah merinding begitu melihat seorang kakek berjubah putih, tanpa memperlihatkan mukanya, kakek berjubah putih itu hanya terlihat jubah dan punggungnya. Tetapi setelah terlihat menoleh dan menyiratkan senyum simpulnya, rasa takut itu mencair menjadi suasana yang penuh kehangatan. Tanpa sepatah kata terlebih dahulu Kakek berjubah putih itu lalu memberi petuah

"pulanglah!".

Hasrat hati sebenarnya ingin mengutarakan sesuatu hal, tetapi mulutnya seolah terkunci rapat-rapat, terasa berat untuk mengucapkan sebuah kata-kata. Di depan mata kepalanya sendiri kakek berjubah putih itu lalu menghilang sedemikian rupa. Aminah sempat kaget, bathinnya tersentak tetapi tiba-tiba ketenangan seolah mendiami jiwanya.  Akhirnya Aminah pulang dengan memendam beribu tanda tanya. Seakan ia tidak percaya dengan peristiwa yang baru saja terjadi. Ia seperti berada dalam kisaran dunia mimpi, padahal mestinya ia tidak perlu takut meski hanya menanyakan sesuatu.

Di teras rumah Aminah mendapati Qohar tengah menenteng sepiring nasi. Dengan nada menggerutu Aminah ngomel dari kamarnya sembari melepas satu per satu bajunya. Hendak mandi untuk sekedar melepas panas dan gerah.

"Masih ingat nasi.".

"Tidak, saya ingat piring." jawabnya serampangan.

"Kenapa tidak dimakan saja piringnya biar kenyang," timpalnya seperti menantang Qohar sambil menahan senyum.

"Iya, nanti," ucapnya enteng sambil cengar-cengir.

"Kalau makan harus dihabiskan!" Aminah memperingatkan lalu mengambil ember hendak mencuci pakaian.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun