Mohon tunggu...
Syaifull Hisyam
Syaifull Hisyam Mohon Tunggu... wiraswasta -

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Mendung Tak Selamanya

23 Oktober 2017   01:51 Diperbarui: 23 Oktober 2017   03:18 3612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

"Baik Tuan"

Tentara Belanda yang terlihat garang itu lalu duduk di kursi. Temannya yang nampak lebih muda usianya ikut menuju kursi, rambutnya cepak lurus seperti sedang menantang langit. Di tangannya menggenggam sebuah sapu tangan.

Tentara berambut cepak itu baru saja duduk, lalu tiba-tiba menjerit. Ia terperangah dan ketakutan melihat tikus melintas di depannya. Rupanya tentara berambut cepak dan tidak kalah garang dengan Tentara yang satunya itu takut sama tikus, binatang pengerat itu mencoba mengajaknya bermain-main.

"Mana tikusnya!"sahut Tentara yang satunya, sambil terus mencari keberadaan tikus. Sementara, tentara yang berambut cepak itu masih terdiam, hanya bisa nangkring di atas kursi.

Dicarinya tikus dengan menodongkan senjatanya ke belakang pintu, tapi tikus itu berhasil melarikan diri melalui lubang kecil di dekatnya. Dengan susah payah ku menahan tawa, kugigit bibirku sampai hampir putus untuk menahannya. Sementara Sukarti terdiam beberapa saat, lalu tawanya tiba-tiba pecah, segera ia tutupi mulutnya dengan tangan kanannya.

"Kau berani menghinaku!" Tentara yang matanya melotot itu menghadapkan moncong senjatanya ke wajah Sukarti. Ia gemetar, Hampir saja ia mati seandainya tentara itu melepaskan tembakannya.

"Tidak, tuan."jawabnya dengan rasa gemetar yang mulai menjalar ke seluruh tubuhnya

"Dwarrgh  "

Suara tembakan itu memekakkan telingaku, rupanya peluru timah sebesar cabai itu di arahkan ke arah lemari hingga tembus. Aku pura-pura tak melihatnya, meski rasa takut kehilangan keponakanku satu-satunya mencengkeram kuat di dadaku. Tetapi lama-lama rasa takut dalam diriku kian terkikis karena peristiwa itu.

"Karti, ambilkan pisang yang ada di dapur!" Perintahku untuk mengalihkan suasana yang mencekam.

"Iya Mbak,"jawab sukarti, dari kelopak matanya terlihat air mata yang masih meleleh, lalu menuju dapur.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun