Mohon tunggu...
Syaifull Hisyam
Syaifull Hisyam Mohon Tunggu... wiraswasta -

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Mendung Tak Selamanya

23 Oktober 2017   01:51 Diperbarui: 23 Oktober 2017   03:18 3612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Hamparan padi dari bawah hingga keatas lereng persawahan mulai menguning serempak. Tak lama lagi memasuki musim panen. Sebuah masa yang dinanti-nanti sekian bulan lamanya, kini mulai nampak didepan mata.

Para tetangga sawah yang menunggui padi telah pulang. Iapun demikian, akan segera pulang, tetapi ketika mengambil bakulnya di gubuk, ia teringat sesuatu, rupanya ia mendapat pesanan dari Bu Maryam, daun singkong dan daun lembayung masing-masing dua puluh ikat. Niatan pulang diurungkan, diambilnya pisau yang terselip di gubuk lalu memanen sayuran.

Undangan Ke Berlin

Peristiwa Balai Desa telah berlalu. Memori itu kian terlupakan dari ingatannya. Sementara diluar sana dirinya mulai diperbincangkan banyak orang. Menjadi bahan pemberitaan di media massa dan beberapa televisi Nasional. Kegigihannya dalam mengkritisi Pemerintah Desa Rakusan kini telah menjadi magnet tersendiri. Sejumlah media massa dan televisi berebut informasi mengenai siapa jati dirinya dan seputar kehidupannya.

Sore itu, mendadak halaman rumahnya penuh dengan mobil wartawan dan reporter. Kali ini Aminah benar-benar menjadi terpukul dan menjadi semakin was-was, ia khawatir jika peristiwa minggu lalu terulang kembali.

Tak ingin menanggung resiko untuk yang kesekian kali, iapun menutup rapat-rapat pintu rumahnya. Detik demi detik, menit demi menit Aminah dan Qohar tidak kunjung keluar dari rumah. Telah berkali-kali Bu Lela dan Mbok Karmini memanggilnya dari balik pintu depan maupun pintu belakang, tetapi Aminah sama sekali tidak menggubrisnya. Sebagian para wartawan dan reporter lebih memilih kembali dengan tangan hampa, tanpa mendapat informasi satupun darinya. Sebagian lagi lebih memilih tetap bertahan menunggu dan tetap menunggu. Salah satu wartawan yang masih tetap bertahan itu adalah Pak Nugroho, pemilik salah satu media massa Nasional yang berkantor di Jakarta. Satu hari, dua hari sampai tiga hari lamanya Aminah dan Qohar bertahan di dalam rumah. Sore itu di hari ke empat, Pak Amin Ong bersama Pak Puji datang menemuinya, pak Amin meminta kesediaanya untuk datang dalam sebuah acara di Ibukota. Pak Amin Ong pun menuai kekecewaan karena tidak ada jawaban darinya.

Sekitar pukul dua siang, Qohar menyusup keluar dari jendela dapur pada saat Aminah tengah tertidur. Sebagai anak kecil dengan dunianya yang masih liar, ia mencoba melawan dengan mencuri-curi kesempatan. Tetapi aksi nekatnya itu ternyata diketahui banyak orang, pasang-pasang kamera bersiaga memantau keadaan di sekitar rumahnya. Mengetahui ada beberapa orang yang melihatnya, iapun bergegas ke belakang rumah menuju kesebuah kebun, namun lagi-lagi salah seorang wartawan mengejarnya sampai dapat.

"Kenapa kamu lari? Ada apa sebenarnya?" tanya seorang wartawan berseragam hitam dan berkacamata sambil menarik lengan bajunya.

"Tidak ada apa-apa, saya hanya ingin jajan ke warung." jawabnya menutupi alasan yang sebenarnya, karena bosan di dalam rumah.

"Adik belum makan?" tanya wartawan perempuan yang memakai batik dan kalung etnik.

"Belum," jawab Qohar sekenanya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun