Mohon tunggu...
Syaifull Hisyam
Syaifull Hisyam Mohon Tunggu... wiraswasta -

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Mendung Tak Selamanya

23 Oktober 2017   01:51 Diperbarui: 23 Oktober 2017   03:18 3612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

"Dikibuli setan kok takut, Itu karena sewaktu kamu mengambil jarek tidak membaca basmalah terlebih dahulu, iya kan?"

"Iya, saya lupa." jawab Qohar tersungging senyum.

" Lupa kok dipelihara, setiap mengawali segala pekerjaan bacalah basmalah supaya selamat. Mungkin yang kamu lihat tadi hanyalah plastik putih kecil yang  tertiup angin. Karena kamu tidak membaca Basmalah, Maka kamu dengan mudahnya diperdaya oleh setan. Putihnya kertas di malam hari dalam kamarpun akan tampak seperti pocong kalau kamu sendiri lupa membaca Basmalah."

" Mak! kata faldi sekarang sudah tidak ada setan. Apa itu benar Mak?"

"Iya, memang ada benarnya. Tapi perlu kamu tahu, bahwa setan sekarang sudah menyatu dalam diri manusia atau mungkin saja sudah berubah, bukan tidak ada. Kalau ada orang yang marah lalu mengamuk seperti kesetanan, maka disitulah setan bersemayam. Karena akal, hati dan pikirannya telah dikuasai oleh nafsu dan amarah yang dihembuskan oleh setan. Dulu kata Mbah Rasup buyutmu, sewaktu Maknyak masih kecil, setan itu bisa kelihatan. Terkadang menampakkan diri dalam bentuk binatang, genderuwo, kuntilanak dan lainnya. Tetapi sekarang apakah kamu pernah lihat genderuwo?"

"Tidak perna,"

"Maknyak sendiri sudah pernah lihat?"

"Tidak pernah, tapi kalau melihat orang yang sudah mati lalu hidup lagi Maknyak pernah,"

"Bagaimana Mak ceritanya?"

Aminah bertutur.

Suatu hari aku pergi menyusul bapak ke pematang, jalannya melewati tengah kuburan. Biasanya di tengah kuburan itu memang tidak ada apa-apa, tapi hari itu terasa ganjil, Aku berpapasan dengan kakek tua berbaju serba putih, ditangannya menggelantung seutas kain putih yang telah lusuh. Kakek tua itu melintas persis didepanku, jalannya tertatih-tatih, pakaiannya compang-camping dan kotor penuh dengan bekas tanah basah seperti habis dari sawah mengolah lahan. Dari kedua sorot matanya mengisyaratkan sebuah kekecewaan yang mendalam, tampak pucat dan sayu membiru seperti seseorang yang tengah menderita katarak. Rambut kakek tua itu meski pendek tapi terlihat acak-acakan seperti tak pernah disisir berbulan-bulan. Sebelumnya ku perhatikan kakek tua itu datang dari perkampungan, Aku sendiri merasa tidak pernah melihat dan mengenalinya. Karena saking penasaran Aku mencoba memberanikan diri untuk bertanya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun