Mohon tunggu...
Syaifull Hisyam
Syaifull Hisyam Mohon Tunggu... wiraswasta -

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Mendung Tak Selamanya

23 Oktober 2017   01:51 Diperbarui: 23 Oktober 2017   03:18 3612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Kamar itu berada tepat di samping kamarnya, ternyata kosong. Qohar, bocah lelaki berusia enam tahun, cucu satu-satunya itu tak ada di kamarnya, biasanya di waktu siang ia beristirahat dan tidur di kamarnya. Hanya di waktu malam terkadang Qohar tidur bersamanya, itupun lebih karena ketertarikannya pada dongeng-dongeng dan ceritanya semata.

"Kemanaa cucuku, pintu terbuka, ayam dibiarkan masuk, kemana ini orangnya" gumamnya dalam hati.

"Mak ! Maknyak" panggil Qohar dengan berteriak.

Perempuan tua itu lalu menoleh ke asal suara. Cucunya berlari ke arahnya sambil menangis. Ia mengernyitkan dahi.

"Ada apa?" tanyanya penasaran.

"Gemak1ku hilang !" jawabnya dengan muka muram, dari kedua bola matanya terlihat basah oleh air mata.


"Hilang yo wis! jangan di tangis, coba kamu pikir, burung gemak kok dikurung terus, apa kamu tidak kasihan? Bayangkan kalau seandainya kamu yang saya kurung di dalam kamar, sampai seharian atau bahkan berbulan-bulan. Apa kamu mau?" hiburnya sembari menasehati. Qohar terdiam.

"Burung itu juga mahluknya Gusti Allah, biarkan saja burung itu terbang bebas. Bila terus-terusan kamu kurung, nanti kamu akan dibalas di akhirat, kamu dikurung seperti apa yang telah kamu perbuat terhadap burung itu" sambungnya.

" Nanti gemakku tidur di mana?"keluhnya.

" Wis tidak usah dipikir, nanti burung itu juga punya tempat sendiri di kebun"pungkasnya.

Mulanya panggilan Maknyak kepada neneknya hanyalah gurauan semata, waktu itu Qohar baru saja menonton tv di rumah Fariz temannya. Usianya jauh lebih muda dari Qohar, namun Fariz tergolong bongsor. Fariz yang mempunyai kebiasaan mengisap jempol menjelang tidur itu, tak pernah jauh-jauh dari permen coklat, sehingga wajar gigi-giginya hitam dan keropos. Lebih mirip dengan gigi seorang nenek yang hitam coklat oleh baluran kapur sirih. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun