Mohon tunggu...
Syaifull Hisyam
Syaifull Hisyam Mohon Tunggu... wiraswasta -

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Mendung Tak Selamanya

23 Oktober 2017   01:51 Diperbarui: 23 Oktober 2017   03:18 3612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Tak ingin dirundung sedih yang berlarut-larut karena disapa Shobari dengan kata-kata yang tidak sepantasnya, Aminah lalu menuju ke kebun. Ia menilik pohon purba, pohon sawo. Diperhatikannya dua pohon sawo yang berjajar itu penuh dengan buah. Sebagian telah terlihat tua dan sebagian lagi masih terlihat muda. Aminah lalu memanggil Qohar dengan suara datar, ia menyuruh diambilkan horok.

"Haar ...Qohar!"

"Iya, Mak?"

"Maknyak ambilkan horok1 di samping rumah"

"Iya Maknyak, tunggu sebentar"

Kedua pohon sawo itu telah berdiri di tempat yang sama, semenjak ratusan tahun yang lalu. Ketika Aminah belum terlahir, kedua pohon itu telah menghidupi banyak orang, termasuk para pejuang pribumi. Menjadi saksi bisu kejayaan kerajaan kalingga, yang begitu masyhur di semenanjung pegunungan Muria kala itu. Dari cerita orang-orang terdahulu, kedua pohon sawo itu adalah sebuah tetenger yang menandakan kekuasaan kerajaan kalingga. Maka tak heran banyak pohon sawo ditemukan di kaki gunung Muria, sebagai pertanda menjadi daerah kekuasaannya.

Sawo-sawo itu telah terkumpul sebanyak dua ember, lalu disortir terlebih dahulu kemudian dicuci bersih dan dijemur hingga layu. Diperlukan serangkaian panjang mengiringi proses masa kematangannya. Hanya beberapa buah yang biasanya matang di pohon. Begitu dicecap terasa manis penuh air.

Alhamdulillah...

Rasa syukur yang tulus kepada Tuhan, mampu mengalahkan ego yang seringkali menguasai manusia. Melunakkan sifat syirik, dengki, hasud dan kawanannya. Entah telah berapa kali Aminah menjadi tempat pergunjingan para tetangga, mengenai ulahnya yang dinilai melanggar kaidah hukum agama. Seringkali selentingan itu terdengar langsung ke telinganya dan seringkali pula rasa dengki itu sengaja dihembuskan ke telinga cucunya.

Di atas amben pohon sawo, Aminah beristirahat. Hanya sebentar ia menahan kantuk lalu tertidur. Qohar sesekali memperhatikan burung pipit yang tengah membangun sarangnya disalah satu ranting pohon sawo. Satu persatu akar bambu atau rumput kering diangkut melalui paruhnya lalu ditata sedemikian rupa.  Sarang burung pipit itu begitu bagus menyerupai sebuah gua. Sebuah maha karya yang sempurna, hanya dibangunnya dalam hitungan hari. 

Sarang-sarang burung pipit di atas ranting pohon sawo semakin banyak pada saat memasuki musim kemarau. Jika telah tiba masanya induk burung pipit akan mengerami telur-telurnya. Induk burung pipit akan melaksanakan ritual bertapa selama beberapa hari. Selama masa bertapa itulah induk burung pipit hanya mengerami telur-telurnya tanpa aktivitas apapun. Induk burung pipit hanya sesekali mengintip dunia luar dari dalam sarangnya yang lebih menyerupai sebuah gua. Tidak hanya sekali dua kali Qohar memelihara anakan burung pipit, tetapi usahanya itu selalu berakhir pada kematian. Mulai saat itu, Aminah melarangnya mengambil sarang burung pipit di atas ranting pohon sawo.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun