"Sudah kemarin siang? sekarang sudah ashar. Di kolong tempat tidur itu, kamu tidur sejak masih dluhur. Sekarang kamu mandi terus sholat. Selama kamu masih doyan nasi kamu harus sholat. Supaya selalu bersih dan sehat."
"Iya Mak" balasnya pelan.
Kala mentari belum menenggelamkan diri, Qohar telah bersolek rapi hendak ke Musholla. Disandangnya baju koko, peci, seutas sarung serta sebuah kitab suci. Petang itu Qohar berangkat sendiri tanpa ditemani Faiz seperti biasanya. Aminah di dapur tengah mempersiapkan menu berbuka puasa. Telah menjadi semacam tradisi, apabila tiada aral melintang ia melaksanakan puasa senin kamis. Menu tambahan untuk cemilan malam nanti telah disediakan tebu sebanyak tiga batang. Begitu masakan telah tersaji di meja makan ia lalu mengupas tebu di teras belakang sembari menunggu waktu berbuka puasa.
Suara adzan maghrib telah berkumandang, memecah kesunyian petang itu. Diteguknya dawet hangat yang sebelumnya telah dicampur cairan kental gula jawa dan aneka macam rempah-rempah. Manis dan sedap aromanya menggugah selera. Dawet manis suam-suam kuku, yang hampir segelas penuh itupun langsung membasahi kerongkongannya yang semula kering. Dawet manis itu seakan-akan langsung merembes menembus kulit arinya yang tipis.
Malam itu selepas sholat isya' Aminah berbaring di kursi panjang, kedua kakinya berselonjor, tangan kanannya mulai menyisir helai demi helai rambut peraknya, terbersit keinginan di benaknya untuk membeli gulai kambing. Sepulangnya dari mengaji, disuruhnya Qohar ke warung gulai Mbok Pairah.Tanpa perasaan terbebani, Qohar menyanggupinya. Sebenarnya ia takut karena jaraknya yang lumayan jauh, apalagi waktunya malam hari. Tetapi dihadapan neneknya ia mencoba memperlihatkan keberanian dan percaya diri.
Di luar rumah anak-anak seusianya tengah bermain singkongan1. Qohar lalu mengajak Rudi, usianya dua tahun lebih tua darinya, namun ia mempunyai sifat pemalu dan kekanak-kanakan. Sewaktu kecil Rudi pernah mengejar anak ayam sampai terjatuh dan menyisakan belang di keningnya. Hingga kini sebagian teman-temannya memanggil Rudi dengan sapaan si belang sehingga menyisakan mental minder pada dirinya. Merekapun pergi ke warung sate dan gulai yang tersohor sekampung itu. Warung gulai dan sate kambing Mbok Pairah. Cukup lama mereka menunggu, akhirnya dapat juga gulai kambingnya, sementara Rudi memohon diri, ia berbelok pulang ke rumahnya.
Setibanya di rumah, Aminah sudah tertidur di atas kursi panjangnya.
"Maknyak, bangun Mak! ini gulainya nanti keburu adem." dibangunkannya neneknya.
"Taruh saja di lemari nanti bisa dihangatkan lagi. Aku ngantuk, jangan lupa pintunya ditutup!" perintahnya seraya ke tempat tidur.
Di tengah malam Aminah terbangun lalu melaksanakan shalat tahajjud diakhiri baca'an Do'a Abu Nawas.
Ilaahi lastulil Firdausi ahlaa
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140
- 141
- 142
- 143
- 144
- 145
- 146
- 147
- 148
- 149
- 150
- 151
- 152
- 153
- 154
- 155
- 156
- 157
- 158
- 159
- 160
- 161
- 162
- 163
- 164
- 165
- 166
- 167
- 168