Mohon tunggu...
Syaifull Hisyam
Syaifull Hisyam Mohon Tunggu... wiraswasta -

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Mendung Tak Selamanya

23 Oktober 2017   01:51 Diperbarui: 23 Oktober 2017   03:18 3612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Wain tadrud faman narju siwaaka1

Usai berdo'a, ia lalu ke dapur hendak makan malam dengan gulai Kambing. Tak lupa di dalam hatinya mengucap syukur, atas rizki dan nikmat yang Allah anugerahkan kepadanya. Kenikmatan dunia kini telah dicecapnya. Ia selalu bersyukur jika teringat bagaimana zaman penjajahan dahulu, harus hidup diantara dentuman bom dan peluru. Jiwa tergoncang, dihantui rasa takut dan penuh ancaman. Makan sehari sekali dengan perut keroncongan di sore hari telah menjadi hal yang biasa.

Selesai menyantap makan malam, ia lalu menghampiri Qohar yang tengah terlelap. Diusapnya keningnya berulang-ulang lalu diciumi keningnya. Sebuah ungkapan rasa cinta yang tulus dari seorang nenek kepada cucu satu-satunya. Seperti dalam sebuah Syair.

Tahukah kamu ku ciumimu disaat kamu terlelap.

Tahukah kamu ku dekap kamu disaat kamu termimpi.

Tahukah kamu nggak cuma kamu pemilik hatiku.

Tahukah kamu hatiku ini adalah hatimu.

Tahukah kamu di setiap hidupku ku kagumi wajahmu.

Nanti kau kan tahu

Nanti kau kan dengar bahwa aku begitu.

Kamu-kamu adalah surga yang ada.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun