Mohon tunggu...
Syaifull Hisyam
Syaifull Hisyam Mohon Tunggu... wiraswasta -

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Mendung Tak Selamanya

23 Oktober 2017   01:51 Diperbarui: 23 Oktober 2017   03:18 3612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Semburat cahaya emas mulai tampak diantara ranting pepohonan, pertanda fajar akan segera menyingsing. Bulan yang bertengger dibalik awan pun kian meredup. Tak kasat mata, mentari di ujung timur tiba-tiba terlihat merah menyala. Titik-titik embun yang begitu jernih masih setia bergelayut di pucuk-pucuk daun. Sementara itu sekumpulan ayam mulai keluar begitu pintu dapur dibuka. Mencari sesuatu untuk mengisi temboloknya di sekitar pekarangan.

Pagi itu Aminah pergi  ke sawah, di rumah tinggal Qohar seorang yang masih tidur. Begitu terbangun Qohar lalu berwudlu kemudian melaksanakan sholat shubuh, berdzikir beberapa saat dan diakhiri do'a sapu jagat seperti biasanya.

Ia menyusul neneknya tanpa sarapan terlebih dahulu, cukup hanya meminum dua gelas air putih. Ia mengira akan pulang agak pagi seperti kemarin. Letak sawahnya yang begitu jauh dari perkampungan tak mematahkan semangatnya untuk tetap menyusul neneknya. Di tengah perjalanan ia merasakan capek, dulu jika dirinya merasa lelah ada yang mau menggendongnya tapi kali ini memang sudah saatnya tidak memerlukannya. Ia lalu istirahat sejenak di bawah pohon asam di tepi jalan. Dari kejauhan ia melihat segerombolan perangkat Desa sedang mengukur persawahan. Biasanya orang-orang penting macam perangkat Desa membawa serta makanan dan buah-buahan.

Para perangkat Desa tengah menikmati hidangannya. Beberapa menit kemudian mereka kembali mengukur persawahan. Persawahannya begitu luas dihiasi rimbunnya pohon tebu. Apabila sisa-sisa makanan itu dimakan, tidak ada yang tahu kecuali yang Kuasa. Qohar dengan sigap merayap menuju letak makanan dan buah-buahan itu berada. Dengan tenang ia melahap sebahagian. Makanan-makanan itu sengaja ditinggal para perangkat Desa untuk sementara.

Sesampainya di persawahan, ia melihat neneknya tengah membungkuk menyiangi rumput, sambil sesekali berdiri membuang kumpulan rumput sembari menghilangkan rasa pegal-pegal. Sawah Aminah yang hanya tinggal beberapa petak sengaja ditanami berbagai macam tanaman.

Dengan mengendap-endap di bawah pohon ketela, Qohar mencoba untuk mengelabuhi neneknya. Ia ingin membuat neneknya terkejut dan kaget dibuatnya. Tetapi hari itu agaknya nasib baik tidak memihak padanya. Sebelum rencana miringnya itu terlaksana, Aminah telah lebih dulu mengetahui rencana cucu kesayangannya ini, karena hampir tiap hari ia dibuatnya kaget. Sambil membungkuk menyiangi rumput, Aminah melirik cucunya. Sementara Qohar dengan sigap menghela nafas panjang-panjang kemudian memuntahkan suara sekeras-kerasnya


"Darrr !!!"

Seketika itu juga neneknya terjatuh pingsan. Kali ini ia mencoba membalas kenakalan Qohar, dengan berpura-pura pingsan di depannya.

"Mak ! Maknyak kenapa ? bangun Mak!" Qohar membangunkannya dengan perasaan yang semakin cemas. Tiba-tiba ia menjadi khawatir dengan keadaan neneknya.

Sambil menangis sesenggukan ia berujar seraya berjanji, tidak akan mengulangi lagi perbuatan konyolnya itu. Ia benar-benar lugu dan belagu, tidak tahu harus bagaimana. Sementara Aminah masih melanjutkan sandiwara, tanpa mempedulikan keluh kesahnya yang terus memelas.

"Mak! bangun Mak? nanti aku hidup dengan siapa?" ia kembali mengeluh, tanpa terasa pipinya basah oleh air mata, diusapnya air mata yang bening itu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun