Mohon tunggu...
Syaifull Hisyam
Syaifull Hisyam Mohon Tunggu... wiraswasta -

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Mendung Tak Selamanya

23 Oktober 2017   01:51 Diperbarui: 23 Oktober 2017   03:18 3612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Happy birthday

Sebuah kado ku buka

Buatku nanar melihatnya

Air laut menggulung setinggi gunung

Bumi merekah lalu terpecah

Gunung-gunung beterbangan bagai kapas

Aku menjerit

Ku sembut asmanya

Dalam sebuah mimpi.

Hari-hari berlalu tanpa terasa, seiring berdzikirnya bumi sepanjang waktu. Musim berganti dan zaman selalu berbenah menuju peradaban yang madani. Sebagian insan berlomba-lomba membangun jati dirinya yang seolah-olah hidup untuk selamanya. Musim kemarau telah bergeser dan berganti menjadi musim hujan. Semua mahluk hidup gegap gempita menyambutnya, kerbau, kambing, burung-burung, katak, ikan hingga belut dan cacing tanah. Hamparan luas perkebunan Tebu mulai memamerkan dedaunan yang kian menghijau, pertanda tanah mulai gembur. Luasan rumputan perdu membentang sejauh mata memandang mulai bersemi.

Menyambut datangnya musim hujan, sekumpulan Katak di segenap penjuru merayakan hari kemenangannya, hujan kali pertama. Sekumpulan katak itu tak henti-hentinya bersyukur sembari berdzikir kehadirat Ilahi dengan suaranya yang nyaring. Sedari sore hingga menjelang malam suara-suara itu seolah sambung menyambung tiada jemu. Burung-burung mengeluarkan suaranya yang khas, seperti alunan melodi silih berganti mewarnai kesunyian. Belalang-belalang kecilpun ikut bersambut dengan caranya sendiri. Terbang kesana kemari, lengah dengan musuhnya yang senantiasa sewaktu-waktu datang menerkamnya. Di saat-saat seperti itulah suatu kesempatan bagi kadal untuk segera memangsanya. Tanpa bersiap siaga, tiba-tiba belalang seakan menawarkan diri untuk dijadikan mangsa. Belalang-belalang kecil itu beterbangan persis di depan kadal. Telah menjadi semacam takdir dari yang kuasa, jika petualangan hidup belalang akan berakhir tragis dimangsa kadal. Demikian pula dengan nasib kadal yang harus menyerah pada takdir, ketika berhadapan dengan musang. Burung-burung, Jangkrik, Siput serta sekumpulan ikan dan binatang lainnya tumpah ruah ikut merayakan datangnya musim hujan. Pucuk-pucuk dahan dan ranting pepohonan mulai basah memperlihatkan kesegarannya. Para penggarap sawah di segenap penjuru mulai menggarap kembali lahan sawah yang sebelumnya mangkrak tak terurus karena kekeringan. Benih-benih padi mulai ditebar di bedeng-bedeng yang sebelumnya telah ditata sedemikian rupa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun