Mohon tunggu...
Syaifull Hisyam
Syaifull Hisyam Mohon Tunggu... wiraswasta -

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Mendung Tak Selamanya

23 Oktober 2017   01:51 Diperbarui: 23 Oktober 2017   03:18 3612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

" Iya, tidak apa-apa."

Pohon asam meski tinggi dan besar tetapi buahnya hanya seukuran jari. Apabila telah masak dan mulai berjatuhan, meski menghujani kepala beribu kali tidak akan menimbulkan rasa sakit ataupun luka yang serius. Tetapi seandainya pohon asam itu berbuah sebesar buah semangka atau sebesar labu, maka orang yang tertimpa akan pingsan dibuatnya, bahkan mungkin bisa mati berdiri karenanya. Tetapi lazimnya pohon yang besar dan tinggi, buahnya tidak sebesar buah semangka ataupun labu. Semua itu adalah suatu bukti keadilan Tuhan, hanya dimengerti dan dipahami oleh orang-orang yang berfikir.

Tanpa disadarinya sebuah mobil berwarna merah silver telah terparkir tak jauh dari pohon asam. Tak seberapa lama kemudian keluar tiga orang laki-laki dari dalam mobil. Mereka lalu menghampiri Aminah yang tengah mengumpulkan buah asam. Mereka memperkenalkan diri. Pertama, Pak Yusuf Chen Lau seorang wakil direktur sebuah perusahaan minyak goreng dan juga pengelola perkebunan kelapa sawit, seorang Chunghoa. Kedua Pak Amin ong gwe, seorang Betawi berdarah Jawa Sunda, menjabat Consultant dan merangkap sebagai wartawan lepas sebuah harian Ibu Kota, dan yang terakhir Afeng, sopir pribadi Pak Yusuf, seorang yang berkaca mata, kurus dan tinggi.

Pak Yusuf dan Pak Amin lalu menanyakan kepada Aminah perihal tanah kosong tak jauh dari pohon asam. Aminah lalu menunjukkan lahan yang tengah mangkrak di dua tempat. Sudah lama kedua lahan yang tak digarap itu dijual oleh pemiliknya, tetapi belum laku terjual. Tempat yang pertama milik Bu Marni tetangga jauhnya. Seorang perempuan paruh baya, keturunan priyayi, trah darah biru. Bu Marni ingin menjual tanah kapling warisan ayahnya untuk membiayai perjalanan ibadah Haji tahun depan. Tanah kapling yang kedua milik Pak Sarwo, rencananya ia akan hijrah ke Lampung membuka usaha warung pecel di sana.

Lahan itu berada di jalur lintas Provinsi, sangat baik untuk pengembangan usaha dengan hasil alamnya yang masih melimpah. Sayangnya oleh orang-orang kampung tanah-tanah itu tidak dikelola dengan baik, tak jarang di beberapa tempat dibiarkan mangkrak tidak tergarap sama sekali. Sedangkan pemiliknya kebanyakan menjadi kaum urban di perkotaan, menjadi buruh kaum borjuis.

Hari telah sore, mentari di ufuk barat telah memberi pertanda sebuah sinyal akan segera membenamkan diri. Aminah menyarankan agar pertemuannya disambung dilain waktu, bertandang ke rumah. Mereka lalu mohon diri dan memberikan sebuah amplop berisi uang sebagai sebuah bentuk rasa terima kasih. Diterimanya amplop itu, lalu dengan terburu Aminah dan cucunya bergegas menuju kebun mengambil daun pisang, memanen cabe, kunyit dan sayur-sayuran.


Langit di bagian barat telah terbentang warna merah keemasan. Matahari seakan-akan tergesa-gesa membenamkan diri. perlahan rembulan memancarkan auranya. Bintang-bintang bermunculan diikuti serbuan kelelawar yang hilir mudik mencari mangsa. Hanya sekumpulan ayam yang petang itu mulai bersantai lalu mencari tempat beristirahat di kandang dan sebagian lagi memilih nangkring di atas ranting pohon mangga di dekat sumur..

Selesai shalat maghrib dan berdzikir Aminah teringat dua hari yang lalu, Wak Sarmah mengajaknya menjenguk Bambang. Bocah kecil seumuran Qohar yang menderita gizi buruk disertai pembengkakan di selangkangan. Ia masih tergolek lemas di atas bale kayu selama beberapa minggu lamanya. Tetangga kampung sebelah.

Selesai shalat Isya'Aminah ke rumah Wak Sarmah, mengajaknya menjenguk Bambang.

"Assalamualaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun