Mohon tunggu...
Mahesa AlifAlMuntadzor
Mahesa AlifAlMuntadzor Mohon Tunggu... Lainnya - ...

...

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Rantai Hati

24 Februari 2021   07:40 Diperbarui: 25 Februari 2021   13:44 1043
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

"Bukan itu". Mereka berdua mulai berjalan berbarengan menuju sekolah. 

"Hm? Oh.. Maksud kamu apakah kamu cukup beruntung untuk bertabrakan dengan seorang gadis di persimpangan jalan sembari menggigit roti di mulut?". Setelah itu Mira pun mulai tertawa terbahak-bahak. Suaranya yang menggelegar keras itu bahkan membuat orang-orang di sekitarnya terkejut dan memperhatikan tingkahnya itu. "Lain kali kamu harus mengatakan 'aku telat, aku telat' saat berlari tadi. Mungkin itu sebabnya kamu tidak beruntung". Lanjut Mira. 

"Atau mungkin mengganti roti ini dengan yang lebih baik". Balas Ben menghabiskan roti gosongnya itu dengan terpaksa. 

"Ah! Ya benar...". Mira tertawa lebih keras lagi. Sedangkan Ben hanya mengeluarkan senyuman kecilnya dan mengunyah-ngunyah rotinya itu sembari memandangi wajah Mira yang sedang tertawa-tawa.

Wajah Ben pada saat itu tampak terlihat seperti bocah yang baru mengenal rasa ketertarikan terhadap lawan jenisnya meskipun ia sudah menduduki bangku SMA. Ben sudah lama mengenal Mira sejak kecil dan mereka selalu memasuki sekolah yang sama dari SD hingga SMA. Mungkin Inilah takdir dan ikatan yang tidak akan pernah putus untuk selamanya.. Itulah yang selalu Ben pikirkan setelah ia memikirkan hubungan mereka selama ini.

Meskipun begitu setelah sekian cukup lama mereka mengenal sepertinya hanya Ben saja yang baru menunjukkan rasa ketertarikan. Dan Ben pun baru menyadari peraaaan itu ketika memasuki kelas tiga SMA di sekolahnya.

"Seperti biasa kamu selalu mudah terpengaruh dengan Anime yang baru saja kamu nonton". Ujar Mira setelah letih tertawa. 

"Apa itu buruk?". 

"Entahlah... Tapi sepertinya kamu harus belajar untuk menahan diri. Bahkan aku masih ingat ketika SMP kamu selalu bertingkah seperti sesosok ksatria pedang setiap kali kamu menemukan tongkat kayu di jalanan". Mira kembali tertawa tetapi kali ini ia menahan dirinya agar tidak tertawa lebih keras lagi, sembari mengusap air matanya yang sedikit keluar.

"Itu beda lagi. Itu sindrom remaja SMP, sesuatu yang tidak bisa aku tahan karena masa pubertasnya". 

"Oh begitu? Berarti kali ini kamu berada dalam masa sindrom remaja SMA. Dan sepertinya sindrom ini akan semakin meningkat mengikuti pertumbuhan kamu". Lalu Mira mendekati Ben dan menjinjitkan kakinya untuk membandingkan tinggi badan mereka. "Kamu semakin tinggi. Mama bangga denganmu". Mira menyeringai. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun