Utari menjerit kecil ketika menemukan dirinya terbangun dengan memeluk tubuh hangat seseorang. Gadis itu menggeser tubuh menjauh, namun Bagus Pandhita
Kamu bercerita keluh kesahmu padaku. Menceritakan dengan sangat jelas tentang dia yang kamu puja.
Mereka bagai teman Mereka bagai sahabat Mereka bagai saudara saling memberi, saling menyayangi, melindungi padahal mereka saling menjatuhkan
Cinta kasih selama ini kita jalin, Kita saling memahami, Hidup bersama oleh takdir, Tawa dirasakan bersama,
Bara rokok mungkin bisa berakibat erosi luka ringan jika mata sampai tersakiti sama halnya dengan rasa mendam hati
"I'm not wonder woman, I almost give up," Tiara membelai wajah dalam photo sekali lagi, "maafkan aku, Mas."
Sebab di tanah kami, nyawa tak semahal tambang pasir dan besi pikiran bebas adalah dosa untuk kami
Memang aku dalam keraguan aku meragukanmu tapi juga takut kehilangan
Tanah jawa sang tanah para pujangga Tak lekang mengais aksara Untuk sang Srikandi tangguh lagi berani Pejuang Wanita tak lekang oleh waktu
Sometimes... aku merasa bahwa segala sesuatunya baik-baik saja. Ketika begini merasa benar, tatkala begitu merasa tetap saja benar.
Cermin seolah menduplikat sang arjuna tunggu aku dengan tebar pesona raya, yah itulah yang dirasa pubertas pria
Bersama kita, bersama melupa usia di atas kepala lima
Buku-buku itu menyatukan kita dalam sebuah relasi manis meski sekarang semua telah menjadi kenangan yang membawa tangis
Hingga akhirnya kerinduan ini ternyata tak mengetahui apapun tentang mengapa harus merindu, walau harus menelan pilu
Pada malam dia bertanya, apakah hidup hanya serangkaian proses usang yang itu-itu saja
Semua tentang kau hanya tinggal kenangan. Maaf untuk kembali bersamamu aku tak bisa, ada hati yang harus dijaga dan tolong jangan pernah kembali
Rasai jangan maknai, biarlah kosong mengisi