Hidup sudah kelabu, jadikan hitam saja sekalian.
Mas Burhan menjawab dengan gertakan. Sontak saja aku hanya bisa menangis. Mas Burhan semakin marah ketika melihatku menangis.
diam tanpa ada suara debat hati langkah ringan aman sembunyi tinggalkan lisan balas memaki
ini hidup kita berhenti menjadi badut untuk semua tak perlu membuat dunia tertawa cukup menjadi diri sendiri yang bahagia
Ancaman alam akibat eksploitasi ini sangat besar, karena jika hutan gundul akan sangat mudah mengalami tanah longsor dan kekeringan saat kemarau.
Dunia Timur terus merana karena perang. Kemana derita pengungsi akan diadukan?
Tolong jangan kau berpeluk mesra dengan jalang itu, Tuan!Tidakkah kau tahu bahwa sesuatu dalam dadaku riuh menabuhkan genderang amarah?
Mengarungi kecemasan hati, suasana bisa makin mencekam hitam.
Ingin kukejar namun ia lari memudarBagaimana hendak ku rengkuh jingganya yang terlihat berpendar?
Dan sengsara akan selamanya menyapa Pada dia yang berselimut duka Pada cerita yang tak pernah tawarkan bahagia Hingga akhirnya seorang insan mati
Jalan rusak lagi di kampungku, Hilir mudik kendaraan raksasa, Bila panas, jalan berdebu-debu
Tidak bisa diajak bicara, tidak mau melihat dunia luar, selalu saja fokus pada gadgetnya.
Kegagalan orang lain, baginya ,tak ubah-nya seperti dua cungkup es krim nikmat termahal di super marketDia amat menyukai-nya
Puisi ketigabelas dari tigabelas puisi tentang gelap terang yang menyirnakan zaman. Semoga bermanfaat.
Sekalipun berpamitan aku tak ingin. Dari sabtu hingga sabtu lagi, aku menunggu tenang mengawali.
Jangan datang, Membawa kabar mulutmu, Dari negeri seberang semaumu
tak bisa apa-apa, tak bisa ke mana-mana, getir dalam desir, hanya pasrah kepada takdir.
Mungkin ada kepala baru yang bisa dicocokkan. Menjadi pengertian baru. Membuat jembatan baru yang menghubungkan senja.
Kau, bukan rumput laut Kau mestinya wanita mulia, calon ibu anak-anak-mu. Kau bukan rumput laut
Sembilan belas tahun lalu, sosok pendidik itu meninggalkan kita