Mohon tunggu...
Doppo Bungaku
Doppo Bungaku Mohon Tunggu... Pendongeng Pemula

Konon, ada seorang pengembara yang memikul ransel berisi serpihan cerita. Ia mendengar bisikan pohon tua, percakapan api unggun, dan nyanyian anak-anak yang terlupakan. Semua ia simpan, satu per satu, hingga terkumpul menjadi mozaik dongeng yang bisa membuat siapa pun kembali percaya pada keajaiban.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Lo cunto de li cunti atau Pentamerone: Hari Pertama

5 Oktober 2025   09:03 Diperbarui: 5 Oktober 2025   09:03 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Seandainya Alam telah memberi kepada binatang kebutuhan untuk berpakaian dan mengeluarkan uang demi makanan, niscaya bangsa berkaki empat sudah lama musnah. Namun mereka mampu menemukan makanan tanpa perlu seorang petani memetiknya, seorang pembeli membelinya, seorang juru masak menyiapkannya, atau seorang pengurus meja memotongkannya; dan kulit mereka sendiri melindungi dari hujan maupun salju, tanpa perlu pedagang memberi kain, penjahit membuat pakaian, ataupun bocah suruhan meminta uang jasa.

 

Akan tetapi Alam tidak terpikir untuk memberi kemudahan ini kepada manusia, yang berakal budi, karena manusia tahu cara mendapatkan apa yang dibutuhkannya sendiri. Itulah sebabnya mengapa sudah lumrah terlihat orang bijak hidup melarat, sementara si dungu hidup berlimpah harta, sebagaimana akan tampak dari kisah yang hendak aku ceritakan.

 

Grannonia dari Aprano adalah seorang perempuan yang amat bijaksana; tetapi ia memiliki seorang anak bernama Vardiello, yang merupakan si tolol paling tak berguna di seluruh kota. Meskipun demikian, karena mata seorang ibu selalu terpesona dan melihat apa yang tak ada, ia menaruh kasih sayang tanpa batas kepadanya, mengurus dan membelai seolah-olah dialah makhluk tercantik di dunia.

 

Grannonia memiliki seekor induk ayam yang sedang mengerami telur, pada anak-anak ayam itu ia gantungkan segala harapan, berharap hasil tetasan itu kelak membawa laba yang lumayan. Maka ketika ia harus pergi untuk suatu urusan, ia memanggil putranya dan berkata, "Anak manis kesayangan Mama, dengarlah: jagalah ayam itu baik-baik. Jika ia bangkit untuk mematuk-matuk, pastikan kau menyuruhnya kembali ke sarang, sebab jika tidak, telur-telurnya akan dingin, dan nanti takkan ada telur mungil atau anak ayam kecil.'"

 

"Biar aku yang urus," jawab Vardiello, "kau tidak sedang berbicara pada telinga tuli."

 

"Satu hal lagi," sambung ibunya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun