Ketika ia mendengar bahwa pelayan itu tak bersalah, ia pun memanggilnya, lalu memerintahkan sebuah perjamuan besar, dan dengan restu ayahandanya ia menikahi sang peri. Setelah itu ia mengundang semua bangsawan paling terhormat di kerajaan, dan terutama memastikan bahwa di atas segalanya ketujuh penyihir tua yang telah menyembelih anak domba mungil itu hadir pula.
Â
Dan ketika mereka telah selesai makan, sang pangeran bertanya kepada masing-masing tamunya, satu demi satu, "Apakah hukuman yang pantas bagi seseorang yang telah menyakiti gadis cantik ini?"
Â
Ia menunjuk pada peri itu, yang tampak begitu mempesona hingga menembus hati seperti sebuah panah, menarik jiwa-jiwa padanya seperti kerekan, dan menyeret nafsu bagaikan kereta luncur.
Â
Maka setiap orang yang duduk di meja, mulai dari sang raja sendiri, menyampaikan pendapatnya. Ada yang berkata orang semacam itu layak digantung; yang lain berkata ia pantas dipatahkan di roda; yang lain lagi berkata ia pantas disiksa dengan pencapit; yang lain melemparkan ide agar ia dilempar dari tebing; satu menyebut hukuman ini, satu menyebut hukuman itu.
Â
Akhirnya tibalah giliran ketujuh ikan kerapu tua itu berbicara. Meski mereka tak menyukai nada pembicaraan ini dan sudah mulai membayangkan malam buruk yang akan datang, toh mereka tetap menjawab sebab kebenaran selalu terucap di mana anggur sedang bersekongkol, bahwa siapa pun yang punya keberanian menyentuh bahkan sedikit saja potongan nikmat asmara ini, ia pantas dikubur hidup-hidup dalam pipa pembuangan.
Â
Setelah vonis keluar dari mulut mereka sendiri, sang pangeran berkata, "Kalianlah yang telah menuntut diri kalian sendiri, kalianlah yang menandatangani surat kematian kalian sendiri. Tinggal aku melaksanakan perintah kalian, sebab kalianlah yang, dengan hati Nero dan kekejaman Medea, membuat telur dadar dari kepala mungil ini dan mencincang anggota tubuhnya yang cantik bak daging sosis. Maka cepatlah, jangan buang waktu lagi! Lemparkan mereka saat ini juga ke dalam saluran pembuangan, biar mereka akhiri hidup mereka dalam nestapa."
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130