Mohon tunggu...
Doppo Bungaku
Doppo Bungaku Mohon Tunggu... Pendongeng Pemula

Konon, ada seorang pengembara yang memikul ransel berisi serpihan cerita. Ia mendengar bisikan pohon tua, percakapan api unggun, dan nyanyian anak-anak yang terlupakan. Semua ia simpan, satu per satu, hingga terkumpul menjadi mozaik dongeng yang bisa membuat siapa pun kembali percaya pada keajaiban.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Lo cunto de li cunti atau Pentamerone: Hari Pertama

5 Oktober 2025   09:03 Diperbarui: 5 Oktober 2025   09:03 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika ia mendengar bahwa pelayan itu tak bersalah, ia pun memanggilnya, lalu memerintahkan sebuah perjamuan besar, dan dengan restu ayahandanya ia menikahi sang peri. Setelah itu ia mengundang semua bangsawan paling terhormat di kerajaan, dan terutama memastikan bahwa di atas segalanya ketujuh penyihir tua yang telah menyembelih anak domba mungil itu hadir pula.

 

Dan ketika mereka telah selesai makan, sang pangeran bertanya kepada masing-masing tamunya, satu demi satu, "Apakah hukuman yang pantas bagi seseorang yang telah menyakiti gadis cantik ini?"

 

Ia menunjuk pada peri itu, yang tampak begitu mempesona hingga menembus hati seperti sebuah panah, menarik jiwa-jiwa padanya seperti kerekan, dan menyeret nafsu bagaikan kereta luncur.

 

Maka setiap orang yang duduk di meja, mulai dari sang raja sendiri, menyampaikan pendapatnya. Ada yang berkata orang semacam itu layak digantung; yang lain berkata ia pantas dipatahkan di roda; yang lain lagi berkata ia pantas disiksa dengan pencapit; yang lain melemparkan ide agar ia dilempar dari tebing; satu menyebut hukuman ini, satu menyebut hukuman itu.

 

Akhirnya tibalah giliran ketujuh ikan kerapu tua itu berbicara. Meski mereka tak menyukai nada pembicaraan ini dan sudah mulai membayangkan malam buruk yang akan datang, toh mereka tetap menjawab sebab kebenaran selalu terucap di mana anggur sedang bersekongkol, bahwa siapa pun yang punya keberanian menyentuh bahkan sedikit saja potongan nikmat asmara ini, ia pantas dikubur hidup-hidup dalam pipa pembuangan.

 

Setelah vonis keluar dari mulut mereka sendiri, sang pangeran berkata, "Kalianlah yang telah menuntut diri kalian sendiri, kalianlah yang menandatangani surat kematian kalian sendiri. Tinggal aku melaksanakan perintah kalian, sebab kalianlah yang, dengan hati Nero dan kekejaman Medea, membuat telur dadar dari kepala mungil ini dan mencincang anggota tubuhnya yang cantik bak daging sosis. Maka cepatlah, jangan buang waktu lagi! Lemparkan mereka saat ini juga ke dalam saluran pembuangan, biar mereka akhiri hidup mereka dalam nestapa."

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun