Singkatnya, setiap jenggotnya ternyata hanyalah cambang, setiap tiang hanyalah tusuk gigi, setiap pai hanyalah kastanye rebus, dan setiap meriam akhirnya hanya menembakkan angin kosong.
FAB.: Semoga lidahmu diberkati! Betapa baik kau membedahnya, betapa tepat kau menguraikannya! Singkat kata, pepatah lama berkata: "Seorang yang sia-sia ibarat kantung angin."
IAC.:
 Siapa yang mengikuti kehidupan istana, ia terperangkap dalam sihir penyihir buruk rupa itu: tubuhnya menggembung oleh angin, hidupnya bertumpu pada asap panggangan, dengan kantung harapan yang penuh namun kosong; ia menunggu gelembung sabun dan abu yang pecah di udara sebelum sempat sampai kepadanya. Dengan mulut ternganga ia terpukau oleh gemerlap yang memesona, dan hanya demi selembar kain lap usang serta hak menyelupkan sepotong roti keras basi ke dalam kuah di dapur para pelayan, ia rela menjual kebebasannya yang begitu mahal harganya!
Jika engkau menuangkan cairan penguji di atas emas palsu ini, akan tampaklah labirin tipu daya dan pengkhianatan; engkau akan menemukan, saudaraku, jurang penipuan dan kepura-puraan; engkau akan melihat sebuah kota besar penuh lidah yang tajam dan kejam. Sekejap ia ditinggikan di atas telapak tangan, lalu seketika dilempar jatuh ke dasar gentong; sesaat ia berada dalam kasih tuannya, lalu sejenak kemudian membuat tuannya muak; kini ia miskin, lalu kaya; kini gemuk dan gagah, lalu kurus dan kerdil. Ia menawarkan jasa, bekerja, berkorban, berkeringat bagai anjing; alih-alih berjalan ia berlari-lari kecil, bahkan membawa air di atas telinganya.
Namun sia-sialah semua jerih payah, kerja, dan benihnya, sebab segalanya dikerjakan untuk angin, segalanya dilempar ke laut. Engkau boleh berusaha sekuat tenaga, namun hasilnya tetap nihil; engkau boleh menyusun rencana dan angan-angan berdasarkan harapan, jasa, dan pengorbananmu, tetapi setiap hembusan angin kecil yang bertiup ke arah berlawanan meruntuhkan semua usahamu. Pada akhirnya, yang kau dapati di hadapanmu hanyalah seorang badut, seorang mata-mata, seorang Ganimede, seekor hewan liar berkulit keras, atau seorang yang membangun rumah dengan dua pintu, atau seorang manusia berkepala dua.
FAB.:
 Saudaraku, engkau memberiku kehidupan baru! Percayalah, dalam waktu singkat ini, dalam satu duduk ini saja, aku telah belajar lebih banyak daripada bertahun-tahun aku menuntut di sekolah! Pernah sebuah dewan para doktor memutuskan, "Siapa yang mengabdi di istana, akan mati di tumpukan jerami."
IAC.:
 Engkau telah mendengar apa itu seorang abdi istana; sekarang dengarkanlah tentang mereka yang mengabdi pada tingkat yang lebih rendah. Ambillah seorang pelayan: tampan, sopan, bersih, dan tentu saja terdidik dengan baik. Ia menunduk seribu kali, merapikan rumahmu, menimba air, memasak, menyikat pakaianmu, merawat bagal, mencuci piring, dan bila kau menyuruhnya ke alun-alun ia kembali sebelum ludah sempat mengering. Ia tak sanggup berdiri dengan tangan terkulai, tak kenal diam; ia membilas gelas dan mengosongkan periuk kotoranmu.
Tetapi bila engkau ingin bukti dan mengujinya dengan ujian sejati, akan tampaklah bahwa segala hal baru memang tampak indah, namun keledai pun tak dapat terus berlari. Tiga hari berlalu, lalu tersingkaplah tabiatnya yang sesungguhnya: ia penipu, pemalas sepanjang hayat, germo kelas wahid, penipu licik, rakus, penjudi. Bila ia membelanjakan uang, ia menggelapkan sebagian; bila ia memberi makan bagal, ia memberinya hingga butir anggur terakhir. Ia merusak pembantumu, menggeledah saku-sakumu, dan akhirnya, untuk menutup semuanya, dalam satu sapuan bersih ia bahkan menggasak pengki milikmu, lalu menendang kakinya kegirangan! Engkau lihatlah apa jadinya bila babi diikat di samping tanaman mentimun!
FAB.:
 Kata-kata itu sungguh berisi, penuh sari! Oh, betapa malang dan celakanya orang yang bertemu dengan pelayan licik semacam itu!
IAC.:
 Kini kita jumpai seorang pendekar palsu: dialah pemimpin gerombolan preman, kepala tukang gertak, ketua perkumpulan pengacau, raja segala tukang lagak, dan kepala biara para pemberani palsu. Ia menganggap kebanggaan terletak pada menakut-nakuti orang, menatap tajam untuk membuat orang gentar. Ia melangkah bagai serdadu tombak, dengan jubah tersampir di bahu, topi menutupi mata, kerah terangkat, kumis melintir, mata juling, tangan di pinggang. Ia membual, mengentak kaki, segenggam debu pun membuatnya murka, dan ia siap menantang berkelahi bahkan dengan seekor lalat.
Ia selalu ditemani gerombolan, dan tiada yang keluar dari mulutnya selain "menusuk dan menikam." Salah satu kawannya menikam, yang lain melubangi, membantai, merobek isi perut, mencoret nama orang dari daftar kehidupan, menebas habis napas mereka. Yang satu mematahkan tulang, yang lain memberi bogem, meremukkan pertahanan, memukul, menghancurkan, merobek, memenggal kepala, mencincang. Ada yang mengoyak perut atau hati, ada pula yang menghujani pukulan, meninggalkan lebam biru, membuat tubuh berlekuk, menusuk, melibas. Bila engkau mendengar ia membual, bumi pun hendak runtuh!
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130