Mohon tunggu...
Doppo Bungaku
Doppo Bungaku Mohon Tunggu... Pendongeng Pemula

Konon, ada seorang pengembara yang memikul ransel berisi serpihan cerita. Ia mendengar bisikan pohon tua, percakapan api unggun, dan nyanyian anak-anak yang terlupakan. Semua ia simpan, satu per satu, hingga terkumpul menjadi mozaik dongeng yang bisa membuat siapa pun kembali percaya pada keajaiban.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Lo cunto de li cunti atau Pentamerone: Hari Pertama

5 Oktober 2025   09:03 Diperbarui: 5 Oktober 2025   09:03 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun semua itu sia-sia belaka, sebab mereka segera mengangkatnya bulat-bulat dan melemparkannya turun ke taman. Beruntunglah ia, karena lehernya tidak patah, sebab rambutnya tersangkut pada cabang sebatang pohon ara, sehingga ia tergantung di sana.

 

Keesokan paginya sebelum Sang Matahari mengambil alih wilayah yang telah diserahkan kepadanya oleh Malam, datanglah beberapa peri yang kebetulan melewati taman itu. Karena suatu sebab atau lainnya, mereka tidak pernah berbicara ataupun tertawa. Namun ketika mereka melihat, bergelantung pada pohon, bayangan buruk rupa yang telah membuat kegelapan lari terbirit-birit sebelum waktunya, mereka dilanda tawa yang begitu hebat hingga hampir saja mereka terkena hernia.

 

Dan ketika lidah mereka telah bergerak, mereka tak lagi mampu menutup mulut atas pemandangan mengagumkan itu dalam waktu yang lama. Begitu besar kesenangan dan hiburan yang mereka rasakan, sehingga sebagai balasan, masing-masing dari mereka menjatuhkan sebuah anugerah baginya: satu demi satu, mereka mendoakan agar ia menjadi muda, cantik, kaya, bangsawan, berbudi, dicintai, dan diberkati oleh keberuntungan baik.

 

Ketika para peri telah pergi, perempuan tua itu mendapati dirinya berada di tanah, duduk di atas sebuah kursi beludru mewah berhias pinggiran emas, di bawah pohon yang sama, yang kini telah berubah menjadi kanopi dari beludru hijau berlapis emas. Wajahnya kini menjadi wajah seorang gadis lima belas tahun, begitu elok hingga dibandingkan dengannya, semua kecantikan lain tampak bagai sandal rumah usang di sisi sepatu kecil yang anggun dan pas sempurna; di samping pesona agung ini, semua pesona lain seakan hanya pantas diserahkan kepada Ferrivecchi atau Lavinaro; dan di mana ia memainkan kata-kata manis dan rayuan dengan tangan yang unggul, semua yang lain hanyalah bank yang bangkrut.

 

Dan lebih dari itu, ia tampil begitu rapi, anggun, dan megah, sehingga tampak seperti seorang ratu agung: emasnya menyilaukan, perhiasannya berkilauan, bunga-bunganya memikat; dan di sekelilingnya berdiri begitu banyak pelayan serta dayang, sehingga suasananya tampak seperti hari pengampunan besar.

 

Sementara itu sang raja, yang hanya berbalut selimut di pundaknya dan mengenakan sepasang sandal rumah tua di kakinya, berjalan ke jendela untuk melihat apa yang terjadi pada perempuan tua itu. Ketika ia melihat sesuatu yang tak pernah terlintas dalam bayangannya, ia tertegun dengan mulut ternganga, dan memandang gadis elok itu dari ujung rambut hingga ke ujung kaki, seolah ia sedang terpesona.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun