Mohon tunggu...
Shabilla Putri Bintang Pratama
Shabilla Putri Bintang Pratama Mohon Tunggu... XII MIPA 5

Salam sejahtera untuk semua rekan-rekan pembaca dan penulis. Mari saling berinteraksi guna meningkatkan literasi di negeri tercinta kita ini!

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kereta Terakhir

20 Februari 2022   10:46 Diperbarui: 21 Februari 2022   20:20 1437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Tanpa daya, Damara terduduk kikuk di atas sofa. Kedua matanya manatap bingung pada Kisan yang tengah terlelap di atas brankart, sesekali ia merasa tengkuknya meremang, Syakira tak henti-henti menatapnya dengan pandangan lekat. 

Syakira duduk di samping Damara, posisi sofa yang berada di sisi kiri ruangan membuat keduanya berhadapan dengan brankart Kisan meski harus terhalangi meja kaca kecil. Rambut Syakira yang hitam, bergelombang dan mengilat terurai sekenanya di punggung. Blus terusan berwarna putih ia pakai dengan nyaman. Kilat-kilat kelembutan dan kesucian hati memburu lewat bola matanya yang setenang telaga. Syakira meminta pada wanita yang ada di sampingnya untuk menyajikan teh, suaranya lembut tapi begitu lirih saat berbicara. 

"Jeje, nama kamu Jeremiah kan, sayang? Mama boleh panggil kamu dengan sebutan itu?" Matanya mengerjap lelah, ia menggunakan sapu tangan yang selama ini tergenggam di tangan untuk menyeka jejak air mata yang tadi begitu membadai.

Damara lalu mengangguk mengiakan. "Boleh, Tante." jawab Damara.

Syakira menarik napasnya. Lama sekali ia tahan, kemudian ia mengembuskannya dengan begitu berat. Cekungan pada matanya tak segelap milik Kisan, tapi Damara tahu, wanita ini sudah terlalu lama berjaga dan tak mengambil jeda untuk rehat.

"Kalau Jeje nggak keberatan, panggil aja dengan sebutan Mama, nak ...." 

Belakangan Damara tahu, nama wanita ini adalah Syakira Prabasari. Namanya begitu cantik dan juga indah, seperti nama ibundanya. Damara lalu kemudian mengangguk sambil tersenyum sumir. Ia tak tahu harus menanggapi perkataan Syakira dengan jawaban apa.

"Nama dia Kisan Aswangga." Syakira mulai bercerita. Tangannya membawa kepala Damara bersandar dalam pelukannya, detakan jantung Syakira berdentam-dentam seirama. Jemari lentik itu kini mulai mengusap pucuk kepala Damara dengan sayang. Damara tak merasa keberatan tapi kewaspadaan selalu kepalanya deringkan. Ia merasa nyaman didekap seperti ini. Lucunya yang mendekapnya dengan hangat adalah wanita asing yang baru saja ia temui.

"Mama punya dua anak. Kembar. Yang satu susah diajak bicara, dia mau bersuara kalau dia mau aja. Anaknya penyendiri, Mama dulu sempat takut dia kenapa-napa. Ternyata memang tabiatnya saja yang begitu." Syakira menyela pembicaraannya denyan sedikit tawa yang renyah.

"Kisan cuma mau banyak bicara sama saudaranya. Itu juga jarang dia perlihatkan dihadapan banyak orang, anaknya gengsi. Emosi anak itu stabil kalau dihadapan orang-orang. Tapi Je, tau nggak? Sebenarnya Kisan itu cengeng, kembarannya suka ngadu ke Mama diam-diam kalau lagi di dapur masak bareng-bareng. Kami sering bergosip ngomongin Kisan kalau dia lagi sibuk mandiin kucing di halaman depan. Cekikikan bareng."

Damara kembali tersenyum, wah, pantas saja ....

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun