Mohon tunggu...
Shabilla Putri Bintang Pratama
Shabilla Putri Bintang Pratama Mohon Tunggu... XII MIPA 5

Salam sejahtera untuk semua rekan-rekan pembaca dan penulis. Mari saling berinteraksi guna meningkatkan literasi di negeri tercinta kita ini!

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kereta Terakhir

20 Februari 2022   10:46 Diperbarui: 21 Februari 2022   20:20 1437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Yang seperti itu, pun, namanya menyalahkan, Arkais. Jangan berkilah, tandanya kau menyesali apa yang terjadi sekarang!"

Arkais menukar posisi berdirinya dengan duduk di salah satu gundukan tanah yang padat. Ia memandangi amplop coklat kusut di tangannya dengan gamang.

"Jihanna, yang terpenting sekarang adalah bagaimana caranya kita bersembunyi dari orang-orang Gusti. Aku tidak mau kehilangan apa yang telah aku raih!"

Jihanna mengumpat di sebrang sana, "Tch, kau tidak mau berkorban, Arkais. Naif sekali."

"Sebermulanya ini berawal dari keputusanmu membuang anak itu di pasar malam. Segalanya jadi goyah dan tidak berjalan sebagaimana mestinya, ia jadi dekat dan anakku dan menambah situasi menjadi runyam!" 

"Hoo, siapa yang paling pertama mengeksploitasi? Siapa yang lebih bajingan dengan merampas organ, menjualnya, lantas memalsukan kematiannya? Kau dulu bilang tingkahku kelewatan karena membiarkannya terlunta-lunta di pasar malam. Lantas kau ini harus kusebut apa sekarang, Arkais?" Kalimat bernada ejekan itu Jihan lontarkan dalam satu tarikan napas. Ia memburu, deruan udara yang keluar dari mulutnya begitu mempertegas bahwa kini ia pun sama-sama berang tak terima.

"Di mana waktu itu terjadi, keluarga Gustian akan segera mengetahui keberadaan cucunya. Yang terpenting aku sudah tidak terlibat dengan salah satu dari mereka. Nah, Arkais, selamat menikmati nerakamu. Pertanggungjawaban lah kesalahanmu, seorang diri. Sebab di masa itu terjadi, aku pastikan kau tidak akan menemukanku di negeri ini. Senang bekerjasama denganmu."

Panggilan terputus, meninggalkan Arkais yang terpaku di tempatnya.

Enigma

Juan Adi Gustian. Bisnisnya menggurita hingga mampu mencakup kawasan Indonesia bahkan ke negeri tetangga. Keberhasilannya membangun dan menjalankan bisnis properti dan kosmetik sejak masih muda begitu terbayarkan sekarang. Hingga di usianya yang kink sudah begitu senja,  ia akhirnya memutuskan untuk menikmati sisa waktunya di rumah pensiun di daerah Bali. 

Rahadi Bagus, anak dari Gusti yang kini melanjutkan bisnis ayahnya. Sebabnya, ia tidak bermukim di satu tempat dalam jangka waktu yang lama. Ada banyak perjalanan bisnis yang harus ia lakukan. Meski memiliki rumah tetap di daerah Surapati, ia lebih banyak menghabiskan waktu di apartemen bersama dengan istrinya yang sedang hamil besar. Contohnya seperti sekarang, ia dan istri terkasihnya tengah mengisi salah satu apartemen elit di kawasan Jakarta Pusat. Hanum, kini ia tengah memasuki bulan kesembilan usia kandungan. Sebagai putra satu-satunya dari Gustian, diperkirakan anaknya inilah yang nantinya akan meneruskan bisnis keluarga.

Adi tak sendirian di sini, selama perjalanan dinas ke beberapa kota maupun negara, ia selalu membawa seorang yang paling dipercayainya. Ia adalah Arkais. Arkais yang sejak kuliah sudah tersohor akan kepintaran dan kepiawaiannya untuk menghimpun mahasiswa dengan cara menjadi ketua BEM di kampusnya. Ia juga memiliki kemampuan alami di bidang bisnis yang sangat jenius. Sebab sudah satu almamater dan mengetahui bahwa Arkais ini adalah orang yang memiliki bakat mumpuni untuk perusahaan, dengan pelbagai pertimbangan Adi pun mengusung Arkais sebagai orang kepercayaannya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun