Mohon tunggu...
Shabilla Putri Bintang Pratama
Shabilla Putri Bintang Pratama Mohon Tunggu... XII MIPA 5

Salam sejahtera untuk semua rekan-rekan pembaca dan penulis. Mari saling berinteraksi guna meningkatkan literasi di negeri tercinta kita ini!

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kereta Terakhir

20 Februari 2022   10:46 Diperbarui: 21 Februari 2022   20:20 1437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ia tak mau berdiam diri sementara teman-temannya sibuk membantu. Maka dari itu, dirinya kini berkacak pinggang. Memirsa tiap inci ruangan yang barangkali dihinggapi debu, selepasnya dengan gerakan secepat kilat: kasur, karpet, segalanya yang ada di kamar ini sudah kembali rapi. Sofa yang dari tadi Jengga duduki kini ia tinggalkan.

Jengga berjalan menuju serambi rumah, suara gaduh yang bercampur jadi satu membuatnya penasaran. Mulanya ia berniat membantu Indra untuk memangkas rumput hias di halaman, tapi jeritan suara Indra yang melengking bak terompet tahun baru begitu bikin dirinya penasaran.

Jenggala berlari diikuti Lunara yang baru saja selesai membersihkan diri. 

Saat sudah berada di tempat kejadian perkara, keduanya langsung terbahak-bahak. 

Baskara entah apa yang ia lakukan tapi kursi plastik yang seharusnya bisa menyangga tubuhnya dengan sempurna kini telah patah dan membuat bagian punggung dan pahanya tertanam di dalam. Sementara Indra tengah tertawa sambil duduk berselonjor kaki, memegangi perutnya yang geli.

"Tolong! Tolong!" jerit Baskara sambil berusaha untuk berdiri, namun hasilnya nihil.

Wa Iman yang sedang menyiram tanaman tergopoh-gopoh menghampiri. Tak ada yang menolong Bas yang merintih-rintih meminta untuk dilepaskan kursinya. Teman-temannya terlalu sibuk tertawa.

"Kunaon atuh kasep .... ini kursinya udah reyot makanya ditaruh di sini, mau dipindahin ke gudang." ucap Wa Iman sambil berdecak. Ia mengangkat tubuh bongsor Baskara dengan sekali coba. Pria paruh baya itu menanyai Bas ada yang luka apa tidak, Bas jawab saja tidak, padahal pahanya sakit sekali.

"Makasih ya, Wa Iman. Aduh maaf ngerepotin." kata Bas dengan wajah sungguh-sungguh. Wa Iman menanggapinya dengan biasa saja, ia kembali menyiram tanaman yang kegiatannya tadi sempat terdistraksi.

Ketiga temannya masih puas tertawa. Tak ada yang bertanya sampai pada akhirnya Lunara angkat suara.

"Kenapa bisa tigedebros gitu, sih?" tanya Lunara dengan nada yang disisipi kejenakaan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun