Ya Tuhan, berilah Jengga sedikit stok kesabaran lagi ....
"Iya, Bas. Makasih lho, kamu baik banget." Jenggala mengerang frustasi. Sangat. Tanpa bisa siapapun duga, pemuda itu memiting leher Baskara di antara tangannya. Tentu saja Baskara kaget, ia langsung berkata ampun berkali-kali.
"NGGA MAU, CURANG! INI NGGA SUPORTIF, ULANG LAGI!"Â
Jahil-jahil begitu, Mahabala Baska Randu memiliki tawa yang renyah dan mampu membawa sebuket kebahagiaan bagi orang di sekitarnya.
"Ampun---" ucapannya terinterupsi oleh tawa yang tak kunjung berakhir.
"Ampun, Jengga, udahan asli! Jangan miting leher, geli!" Keduanya kini duduk lesehan di trotoar jalan, menjadi tontonan bagi pengemudi atau pejalan kaki yang melintas.
Jenggala yang dongkol kemudian ganti menggelitik leher Baskara. Baskara tak berhenti mengatakan ampun, tas gitar dan ransel miliknya tergeletak di trotoar jalan. Baskara menggeliat seperti ulat dan terus mengelak dari Jenggala yang kini tengah terbahak melihat wajah temannya.
Pada akhirnya Jengga tak tega dan berhenti menggelitiki Baskara.Â
Sambil mengusap sisa air mata yang keluar sebab terlalu keras tertawa, Baskara merangkul bahu Jenggala dengan ringan.
"Nah, gitu dong! Senyum! Dari tadi aku sama Kak Nara lihat kamu diem terus, ngomong kalau dipancing doang."Â
Lunara merasa bahwa ini sudah cukup, kedua temannya itu harus segera mengisi perut agar tidak masuk angin.Â