Kamala berdiri dengan gamang di samping jendela, memainkan gelang yang dipakainya, gugup melanda, Kamala kemudian berujar pelan. "Maaf, Kiki. Mala nggak seharusnya ngambek sama kamu."Â
"Gak usah minta maaf, ngambeknya terusin aja padahal." Kisan masih sarkas, entahlah di malam itu sikapnya pada Kamala jadi lebih dingin dari biasanya.
Tak mempedulikan Kamala, Kisan bangkit dan meletakkan Titi di keranjang samping nakas, menyelimutinya dengan selimut kecil kemudian beranjak ke kasurnya sendiri.
"Sana tidur. Udah malem." Ucap Kisan. Ia menatap saudaranya dengan sinis.
Bugh! Baru saja Kisan meletakkan kepalanya di bantal yang empuk, kasurnya sudah ditapaki mahkluk asing yang tiba-tiba melompat, imigran gelap membuat kasurnya bergoyang hebat.
Kamala melompat ke kasur Kisan. Membuat suara decit yang begitu nyaring, juga suara ringisan Kisan yang tertimpa tubuh Kamala akan membuat siapa saja iba karena kecil begitu, bobot Kamala juga lumayan berat. Dengan cara yang paling tidak manusiawi Kamala menggoncang tubuh kembarannya keras-keras hingga membuat Kisan mendelik,Â
"Kamu tuh berat, Kamala!" Kisan Aswangga berteriak keras, raut wajahnya tampak kesal luar biasa.
"Makanya jangan tidur dulu!" Kamala balik berteriak, ia mengeluarkan permen pink berbentuk hati dari saku piyamanya, membuka bungkusan kemudian menjejalkan isinya ke mulut Kisan.
"Jangan marah, ya? Kan aku udah kasih permen." Ia kembali menggoncang tubuh Kisan tetapi kini tak sekeras tadi.
"Iya." Ingin cepat-cepat tidur, jadi Kisan mengiyakan  saja ucapan adiknya tersebut.
Wajah Kamala yang tampak aneh sekarang, ia seoalh-olah meneliti kebohongan dari ucapan saudaranya, "Janji?"