Mohon tunggu...
Shabilla Putri Bintang Pratama
Shabilla Putri Bintang Pratama Mohon Tunggu... XII MIPA 5

Salam sejahtera untuk semua rekan-rekan pembaca dan penulis. Mari saling berinteraksi guna meningkatkan literasi di negeri tercinta kita ini!

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kereta Terakhir

20 Februari 2022   10:46 Diperbarui: 21 Februari 2022   20:20 1437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"La ... saudaramu datang. Sampai jumpa nanti." 

Sekedipan mata, setelah suara jentikan jari terdengar di telinga, Derana menghilang ditelan udara.

Desingan mesin motor memberondong telinga lamat-lamat. Di sana, Kisan duduk, figurnya yang kini tak sependek dulu tengah dibalut seragam putih kelabu. Kedewasaan memahat wajahnya. Kisan begitu lancar mengendarai kendaraan motor, dulu, seingat Jengga, anak itu bahkan sering sekali jatuh terjungkal dari sepeda. Kini ... Kisan, kembarannya telah banyak berubah. 

Di belakang, menumpang Damara dengan plester dinosaurus biru yang menguasai sisi pelipisnya. Pemuda yang memiki durja bak cerminan diri, pemuda yang kini terlihat ogah-ogahan dibonceng Kisan. 

Kamala berdiam pada tempatnya selama beberapa detik. Ketika motor itu melintas di depan dirinya, kedua mata tak henti mengantar kepergian mereka pada sebuah gerbang sekolah yang nyaris ditutup seorang satpam.

Rasa kosong di hati kembali meroket ke angkasa. Ia teringat akan ucapan Arkais. Seberapa besar pun kesangatan inginnya untuk kembali ke rumah dan merasakan kebahagiaan, rasanya, kefanaan lebih dahulu memupus keinginannya di langit sana.

Dengan berat hati, Jengga kembali berjalan menjauh. Bersama dengan rasa sesal yang kembali menggila dalam kepala mendadak saja udara disempitkan oleh suara decitan rem yang terburu dieratkan.

"Kamala!" teriak Kisan sambil menengok ke belakang. Damara kebingungan. 

Akan tetapi, kini Kamala telah raib. Tak ada Kamala di dunia ini, sebab Arkais telah mematikan kepercayaan anak itu pada rasa kasih yang dimiliki oleh sebuah hal yang dinamakan; keluarga.

Jenggala menghilang di kelokan jalan. Menjauhi kembarannya, menjauhi segalanya.

Hyena Licik dan Kelinci Murung

Dua detik, dua jam, lalu berubah menjadi dua hari, tanpa bisa diduga ia menjelma menjadi dua bulan yang tak terasa berlalunya. Waktu begitu membumi-hanguskan akal Arkais yang carut-marut memikirkan sesuatu dalam kepala. Di pelataran halaman pedesaan yang sepi, ia mencoba menghubungi Jihan. Suara panggilan telepon begitu kontras dengan irama kepakan merpati yang terbang ramai-ramai di angkasa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun