Dahi orang itu mengerut, hidungnya mengerut, bibirnya cemberut saat dilihatnya ada sebuah mawar yang layu. Penuh rasa kesedihan ia mulai menyirami setiap tanaman tak terkecuali, bibirnya komat-kamit mengajak bicara tiap bunga yang diberinya nama.
"Wow! Melinda, hari ini kamu tumbuh dengan baik!" Kamala memuji suplir yang sedang ia siram. Saat kakinya bergeser sedikit ke kiri, ia terpekik heboh ketika mawar merah kesukaannya mekar dengan indah. "Amazing! Ayu, hari ini kamu geulis pisan. Pengen aku petik, tapi nanti Mama sedih kalau kamu aku ambil." Tangan pucatnya menyentuh kelopak mawar dengan segala kehati-hatian. Semerbak wangi begitu kaya di tempat ini. Kamala tersenyum lebar. Menyiram tanaman telah selesai dilakukan.
Orang itu tengah memakai baju hitam kebesaran yang membungkus tubuhnya yang kurus. Bawahan celana gombrong berwarna putih ia pakai dengan bangga. Orang itu sedang berdiri menjulang, siluetnya memanjang di tanah.Â
Bibir lelaki itu membentuk secetak senyum. Wajah tampan yang diwariskan kedua orangtua dikecupi sinar senja yang mulai menguar di angkasa. Hari ini libur. Besok ia mesti pergi ke sekolah lagi. Rasanya sedikit tidak ikhlas saat tahu hari liburnya telah habis waktu. Ia akan kembali dihujani tugas dan keriuhan sekolah yang sangat beragam. Jenjang tingkat dua sekolah menengah pertama dilaluinya sekarang. Bukan sekolah yang memberati hari-harinya ... tapi, gunjingan dan rundungan teman-teman yang membuat beban di dada kian bertambah.
Kamala menggulung kembali selang dan menempatkannya seperti sediakala. Suara Tadjendra dari pos penjagaan terdengar sampai ke telinga Kamala. Pria itu tengah berbincang dengan seseorang.
Ah! Barangkali itu adalah teman sebangkunya yang berjanji mau mampir kemari.
Kamala berlari menghampiri gerbang. Kata Tadjendra, ada Sura di luar.Â
Kamala tersenyum senang. Ia membuka pintu gerbang lalu menghambur ke luar. Ada seorang Renjana Wolu Suryaji dengan segala kedataran ekspresi berdiri di depan sebuah sedan.
"Udah lama? Hayu masuk dulu, kita main PS. Nanti pulangnya gampang, aku anterin sama Pak Tadjendra." kata Kamala mengucap sebuah sapa.
"Ngga usah, gue mau langsung pulang aja. Nih. Oleh-oleh dari Ciwidey. Susu murni sama stroberi." kata Sura seraya menyerahkan bungkusan plastik yang sedari tadi ia genggam pada Kamala.Â
Kamala memekik, menatap Sura dengan penuh selidik. "Oh, gitu ya? Makasih banyak, Sura. Besok aku tuker sama besek, ya? Susu sama stroberinya ... enak banget." Dua kata terakhir ia ucap dengan sebuah penekanan dalam.Â