-
Baginya suara detik jarum jam amat mengerikan sekarang. Seuntai benang merah yang amat kuat tak kuasa diputuskan takdir. Pemuda itu menyalahi kemalangan dirinya yang begitu tak berdaya menghadapi dalang masa lalu.Â
Mendengar kata Aswangga diucapkan akan membuat seluruh tubuh Jengga merinding.Â
Ini menyangkut masa lalunya yang bikin isi perutnya merongrong minta dikeluarkan.
"Jengga, mau mangga teu?" tanya Baskara sambil menyodorkan sepotong daging buah mangga yang telah dikupas. Tangannya ia goyang-goyangkan.
(Teu itu artinya kurang lebih sama kaya enggak. Hehehe, Cmiiw.)
"Yeuh, udah urang kupasin. Gak tau sih ya, maneh bakal nyeuri beuteung apa engga, tapi aku udah biasa makan buah subuh-subuh. Jadi, it's okay, kalau apes paling sakit perut." lanjutnya kembali, kini perhatiannya kembali tersita pada layar televisi yang tengah menayangkan kartun yang berjudul Chalk Zone.Â
(Nih, udah aku kupasin. Gak tau sih ya, kamu bakal sakit perut apa engga, tapi aku udah biasa makan buah subuh-subuh-)
Jenggala terkekeh di atas sofa, ia tak menjawab, hanya tersenyum singkat. Saat Baskara bicara begitu entah kenapa pikirannya jadi sedikit teralihkan. Pemuda yang sedang duduk di sampingnya tengah menggerogiti biji mangga yang masih menyisakan daging.
Jengga dari semalam belum makan. Bas dan Nara pun sama, sebab semalam lepas setelah Arkais mengucap sepatah kata, mereka terburu keluar guna melindungi Jengga agar tak dibawa pergi lagi.
Jengga kelaparan sebenarnya, tapi sungguh sangat tak berselera untuk makan.