Bas yang diam-diam mengintip dari balik daun pintu mengernyitkan dahi dengan ganjil kala melihat temannya berbicara sendiri.
"Pelanin suaranya." cakap Derana.
"Bas ada di sini." lanjutnya kemudian.
Setelah mendengar Derana berucap begitu, Jenggala kembali menjalani aktifitasnya dengan wajar. Berminggu-minggu ia menanti kabar yang dibawa Derana perihal keadaan Damara. Kemarin, ia bisa bertemu dengan Damar, tapi pemuda itu sepertinya tidak sadar bahwa orang yang ada di sampingnya itu merupakan bentuk nyata dari sosok pemuda yang potretnya tercetak di pigura ruang tamu.
"Kemarin sore Sura mau main ke rumah kamu. Nganter kacang, dia ga sengaja dengar yang diucapkan Mama Saki ke Damara."
"Fatal." Jenggala bergumam. "Ini fatal banget, Na."
Derana tak banyak menjawab, tanpa perlu diberi tahu ia sudah tau ke mana ini akan berlanjut. Namun, ada kabar baik yang hendak pemudi itu sampaikan.Â
Hawa kehadiran Baskara begitu jelas dirasakan kulitnya.
Derana berdecak, "Bas masih di sini. Dasar penguping!"Â
Derana membalikkan badan, rambut ikalnya yang indah turut memutar seiring dengan tubuhnya yang bergerak. Memandang dingin pada Baskara yang menyembulkan kepala sambil memegang sebuah gagang sapu.
"La, ngga usah jawab. Kamu hanya perlu dengar informasi ini." Wajah Derana yang jelita sekarang menatap pada durja sang pemuda dengan sungguh-sungguh.