Mohon tunggu...
Shabilla Putri Bintang Pratama
Shabilla Putri Bintang Pratama Mohon Tunggu... XII MIPA 5

Salam sejahtera untuk semua rekan-rekan pembaca dan penulis. Mari saling berinteraksi guna meningkatkan literasi di negeri tercinta kita ini!

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kereta Terakhir

20 Februari 2022   10:46 Diperbarui: 21 Februari 2022   20:20 1437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Atmosfer di sini agak canggung. Kamala tersenyum simpull pada Damara yang betah memasang wajah kaku. Derana, pemudi itu tiba-tiba  muncul di samping Kamala seraya berujar, "Malu-malu meong dia, La." ujarnya ringan. Lantas pemudi itu malah pergi meninggalkan mereka dan lebih tertarik melihat atraksi Mama Saki yang tengah memasak di dapur.

"Halo. Aku Kamala, tapi lebih sering disebut Mala, sih. Hehehe, salam kenal, ya, Damara." Kamala menjulurkan tangan untuk dijabat, namun Damara malah melotot ngeri. Orang di depannya ini betulan, Kamala, ka, bukan hantu atau semacamnya?

Merasa bahwa mungkin, Damara terlalu terrkejut oleh sikapnya yang tiba-tiba Kamala pun memberinya ruan dan pamit pergi ke taman belakang.

"Barangkali kamu butuh yang manis, permen yupi ini bakal sangat membantu," kelakar Kamala sambil berlalu pergi. Pemuda itu tersenyum dan menghampiri Saki di dapur untuk pamit ke bagian sisi rumah yang ingin ia sambangi.

Damara semakun terpaku, Kamala itu, persis seperti apa yang Saki ceritakan.

-

Pintu kaca tersebut digeser perlaham. Kamperfuli itu ternyata masih berada di sini setelah sekian lama, udara malam yang menyambut Kamala di luar terasa betul menelisik tubuh. Kamala menghirup udara perlahan, mengizinkan kenangan masa kecilnya kembali diputar. Dahulu, jika Kamala ingi merehatkan diri dan pikiran biasanya ia akan langsung pergi ke sini. Yang pasti taklama kemudian, Kisa akan datan menemani. Ah, betul-betul nostalgia yang sangat ia rindukan.

Gemerisik kaki-kaki telanjangnya yang menginjak rerumputan terdengar oleh Kisan yang sedang melamun di pojokan kanopi sambil memejaman mata. Kala melihat sosok yang amat sangat ia kasihi, saudaranya, ada di depan mata, Kamala terlonjak satu langkah. 

"Eh!" Ia terkejut.

Kamala meremat saku celananya yang  berisi beberapa bungkusan permen. Ia tersenyum kemudian duduk di sebelah Kisan dengan segera. Pemuda itu menapas lega, baru sajaia akan berbicara, sudah terlebih dahulu dipotong oleh ucapan Kisan yang demikian pedas.

"Kalau kamu nyuruh aku buat makan malam, aku nggak berminat. Pergi sana!" ucap Kisan dingin sambil masih setia memejamkan matanya. Kamala terhenyak. Ada sedikit rasa perih yang perlahan menguasai perasaannya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun