"Aku boleh main ke kamar kamu, nggak?"
Ruangan itu sungguh sangat hening.
"Oke berarti boleh ya. Sebentar aku mau ngambil kertas warna-warni dulu di kamar aku."
Kisan mematikan dupa. Ia meletakkan sisanya ke wadah kecil yang ada di dekat meja. Tubuh jangkungnya berderap berlari secepat angin menuju kamar miliknya yang ada di lantai dua.
Dua bungkus kertas beragam warna ia cabut dari laci.Â
Kisan berjalan menuju kamar Kamala yang letaknya ada di paling ujung.Â
Kenop pintu ia putar kemudian aroma bayi menyambut dirinya yang sudah lama tak bertandang. Kasur Kamala masih sama seperti dulu. Kecil. Seprai dengan motif bintang berlatarkan malam terhampar rapi membungkus kasur yang putih.
Kamar Kamala begitu lengang. Di ruangan ini hanya ada sebuah kasur, meja belajar yang semarak diisi buku-buku cerita serta setoples besar permen gula-gula berbentuk hati. Pula ada satu lemari putih yang menempel di dinding.
Pintu berdebum. Kisan yang menutupnya.
"Assalamualaikum, adik Aa yang paling kasp." Tawa Kisan mengudara mengusir sunyi yang asalnya begitu meraja.
"Aneh banget, ya, Mal."