Mohon tunggu...
Raka Abbiyan Permana
Raka Abbiyan Permana Mohon Tunggu... Penulis - Pelajar

Menulis adalah inspirasiku

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Gagal Dulu, Gagal Lagi, Sukses Terus!

21 Februari 2021   11:31 Diperbarui: 21 Februari 2021   11:36 1357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Mm-maaf kak, tidak bermaksud seperti itu," jawabku dengan gugup.

"Baiklah, kenapa kamu telat? Lantas bagaiaman kamu bisa masuk ke sini?" tanya pria itu.

"Maaf Kak, saya telat bangunnya. Saya tidur terlalu malam sehingga bangunnya telat. Kalau Kakak bertanya kenapa saya bisa masuk ke sini karena tadi Pak Syam memberikan kesempatan kepadaku untuk masuk," jawabku.

"Oh, seperti itu. Akan tetapi, aturan di sekolah ini tidak seenak itu. Sebagai konsekuensinya kamu saya hukum untuk berjemur di bawah tiang bendera sampai bel pulang sekolah."

"Baik Kak."

            Sorakan teman-teman begitu ramai di telingaku. Di situ aku merasa dipermalukan oleh teman-temanku sendiri. Rasa kesal kini tiba-tiba timbul di hati ini yang awalnya aku kagum kepada Kakak Osis yang tampan itu, kini aku membencinya karena telah membuatku malu di depan teman-temanku sendiri. Hal ini kurang wajar menurutku karena lebih baik dibicarakan di belakang saja tanpa harus menggunakan mikrofon. Memang aku salah tetapi tidak seharusnya aku dipermalukan seperti itu.

            Deraan ini begitu menyiksa diriku karena aku harus diam di bawah tiang bendera yang panas karena tersinar oleh teriknya matahari siang ini. Rasanya hilang sifat kemanusiaan jika ada di kondisi seperti ini. Apa bedanya dengan penyiksaan yang terjadi pada budak-budak kapal? Awas aja kalau nanti bertemu denganku akan kubalas perbuatanmu padaku.

            Semakin siang semakin gerah juga rasanya. Matahari tidak mau mengalah, sinarnya terus menyorot kulitku. Jika diibaratkan mungkin diriku ini sudah gosong seperti ayam goreng yang gosong. Badanku terasa sangat bau, dekil, dan aroma ketiakku sudah bau seperti bawang goreng. Namun, beruntungnya tidak ada orang yang mendekatiku. Semisal ada orang yang mendekatiku pasti dari radius 300 meter juga sudah pingsan duluan karena bau ketiakku yang wangi ini.

            Rasa gerahku terobati sedikit karena angin kini berlari sangat kencang rambutku pun tak kuasa menahan kekuatan angin itu, bahkan daun yang masih hijau di atas sana pun berjatuhan layaknya tentara yang gugur di medan perang. Bel pulang sepertinya masih lama, melihat sekeliling juga sepertinya tidak ada siapa-siapa karena sekolah ini terlihat sepi. Dengan memanfaatkan keadaan seperti itu apakah sebaiknya aku istirahat sebentar ya? Sepertinya tidak ada juga yang memperhatikanku.

"Duh, akhirnya aku bisa istirahat juga." Hela nafasku melepaskan semua kelelahan hari ini.

"Biasanya kalau dalam kondisi lelah seperti ini aku meminum minuman yang segar, supaya dahaga yang sudah kering ini bisa terobati dengan kesegaran itu. Apakah aku beli saja ya ke kantin? Akan tetapi kalau aku membeli minum ke kantin takutnya nanti hukumanku ditambah tetapi kalau aku tidak membeli minum tenggorokanku kering. Ah, jangan sampai aku terjerumus ke pikiranku yang kotor itu. Sekarang aku sudah bisa duduk sambil menikmati kesejukan juga sangat bersyukur sekali."

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun