"Masa sih? Ayo Ran, jangan malu-malu pasti kamu suka ya ke Kak Alathas? Hahahaha," ledeknya padaku.
"Apaan sih jangan mengada-ngada deh Sher," pungkasku.
      Kami telah menyelesaikan makan siang hari ini dan pada akhirnya kami kembali lagi ke aula. Dan kami terpaksa harus melewati meja yang sedang diduduki Kak Ilene, Kak Alathas, dan beberapa temannya. Dan tiba-tiba aku tersandung karena kaki Kak Ilene sengaja menghalangi jalanku. Aku pun terjatuh dan perhatian seisi kantin sekarang terpusat kepadaku terutama Kak Alathas.
"Ranti kamu tidak apa-apa?" tanya Kak Alathas padaku sambil membangunkanku.
"Tidak apa-apa Kak," jawabku.
"Coba mana saya lihat, tuh lihat kakimu lecet dan berdarah. Kamu sebaiknya pergi saja ke UKS dan tidak usah mengikuti kegiatan selanjutnya."
"EHEM! EHEM! ADA YANG CAPER TUH!" sindir Kak Ilene.
      Mendengar Kak Ilene berbicara seperti itu sepertina Alathas merasa kesal. Karena terlihat dari lirikannya yang sinis setelah mendengar sindirian itu. Dan benar Alathas tiba-tiba membentak Kak Ilene demi membela diriku yang sedang kesakitan.
"Apaan sih kamu Ilene, ini pasti gara-gara kamu 'kan?" bentak Alathas
"Apaan sih Al, kok kamu tiba-tiba menuduh aku?" sahut Kak Ilene dengan tegasnya seolah dia tidak bersalah.
      Kak Ilene tiba-tiba meningalkan aku dan Kak Alathas tanpa rasa bersalahnya. Aku langsung saja dibawa oleh Sheren menuju UKS dan diantar oleh pria kepala batu itu. Di sepanjang jalan aku hanya bisa bergumam mengenai tingkah laku Kak Alathas yang mau berbaik hati kepadaku.