Mohon tunggu...
Raka Abbiyan Permana
Raka Abbiyan Permana Mohon Tunggu... Penulis - Pelajar

Menulis adalah inspirasiku

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Gagal Dulu, Gagal Lagi, Sukses Terus!

21 Februari 2021   11:31 Diperbarui: 21 Februari 2021   11:36 1357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

              Di rumah aku langsung bercerita terhadap orang tuaku. Respon ibu alhamdulillah baik sekali tentang mendengar beritaku ini. Dan respon ayah jangan ditebak lagi karena ayah sangat dan selalu bangga atas pencapaian diriku. Aku berjanji di hadapan mereka bahwa aku bisa lulus seleksi tahap kedua dan mereka mendoakan dan mengiyakan janjiku ini.

              Hari demi hari kuisi dengan buku-buku yang tebalnya melebihi buku KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Latihan soal kugarap setiap hari karena supaya terlatih dengan berbagai macam tipe soal. Dan tidak terasa aku menghabiskan waktuku bersama buku sudah mau menginjak tes tahap kedua. Tahap kedua ini menurutku soalnya lebih banyak dan tingkat kesukarannya sangat memiliki level yang sangat tinggi. Dan seleksi itu akan diadakan seminggu lagi, aku pun mempersiapkannya lebih baik lagi supaya aku bisa lulus seleksi tahap kedua.

              Sepulang sekolah, niatnya aku akan langsung pulang ke rumah tetapi Alathas mengajakku untuk pergi ke suatu mall. Sebenarnya aku sangat malas karena aku harus belajar dan materi yang aku harus pelajari itu masih banyak bahkan tidak bisa dihitung oleh jari. Akan tetapi, di sisi lain aku bimbang untuk menolaknya karena ini 'kan kali pertama dia mengajakku untuk pergi bersama.

"Kenapa harus aku? Kenapa gak yang lain?" tanyaku kepadanya dengan sifat jual mahalnya diriku ini.

"Kalau aku inginnya sama kamu bagaimana? Kok maksa?" tegasnya padaku.

"Ya ... yaudah lupakan saja." Aku memotong pembicaraan itu karena malas bertengkar dengannya.

              Aku langsung naik ke motornya dan saat aku sampai gerbang aku melihat Dinda yang hendak pulang sendirian.

"Hai, Din," sapaku kepadanya.

"..."

              Sapaanku tidak dijawab oleh Dinda bahkan dia mengalihkan pandangannya kepadaku. Dan terlihat dia selalu sinis kepadaku ketika aku hendak mengajak bicara dengannya.

              Kak Alathas mengendarai motornya sudah seperti pembalap terkenal yang ada di televisi. Dia berani serong kanan dan kiri selain itu juga dia berani mengendarai kendaraannya di atas 100 km/jam dalam keadaan macet ringan. Kalau tahu gini, tadi aku lebih baik menolaknya daripada harus menaruhkan nyawa. Dan tidak terasa aku sampai ke suatu toko yang isinya jas lelaki dan berupa gaun pengantin. Dari situ aku terkejut, apakah dia mau melamarku ya? Pikirku di dalam otak ini yang penuh dengan kehaluan. Di sana Kak Alathas mencoba jasnya satu per satu dan tidak lupa dia menanyakan kondisi jasnya cocok tidak di badannya. Duh, rasanya ingin sekali berkata kepadanya, "Mas kamu itu kalau pakai baju apa-apa juga sudah ganteng banget'. Akan tetapi, hal itu sudah tidak mungkin karena aku dan dia ibarat perkedel rumahan dan stik kentang restoran. Jadi, aku sadar diri saja bahwa aku tidak pantas untuk dia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun