Mohon tunggu...
Raka Abbiyan Permana
Raka Abbiyan Permana Mohon Tunggu... Penulis - Pelajar

Menulis adalah inspirasiku

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Gagal Dulu, Gagal Lagi, Sukses Terus!

21 Februari 2021   11:31 Diperbarui: 21 Februari 2021   11:36 1357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

            Mendengar pertanyaan ibu yang sama seperti ayah, rasanya aku ingin menghilang dari dunia ini. Namun, lari dari masalah itu hanya untuk sang pecundang. Bagaimanapun kondisinya aku harus jujur.

 "Ii-ya bu, ini ada." Jawabku sambil menyerahkan surat itu.

            Aku duduk di kursi yang berhadapan dengan ayahku. Aku tidak berani menatap kedua orang tuaku, walaupun yang membaca surat itu adalah ayah. Namun, aku memberanikan diri untuk menatap wajah mereka. Sangat tersentak diri ini, ketika melihat mata ayah yang melotot dan hampir bola matanya itu keluar. Ibu yang mukanya sudah memerah membuatku semakin ketakutan. Plakkkk! Suara tamparan yang begitu keras mendarat di pipi kananku.

"Ibu ... kenapa Ibu menamparku? Bukannya semua orang juga berhak gagal?" ujarku sembari menahan tangisannini.

"Dasar anak tidak tahu diri! Anak bodoh!" jawab Ibu.

            Karena tidak tahan dengan perkataan ibu, aku lari ke kamar dan mengunci pintu. Rasanya sangat sakit ketika ibu kandung sendiri yang mengatakan hal itu kepadaku. Saat aku seperti ini tidak ada yang bisa aku ajak bicara untuk mencurahkan isi hati ini. Andaikan kakak masih hidup, mungkin dia akan menjagaku dari tamparan tadi. Tangisanku semakin menjadi, aku sakit hati bukan karena aku tidak lulus tetapi aku selalu ingat perkataan ibu tadi. Memang aku bodoh! Tidak tahu diri! Namun, kenapa ibu berani berkata seperti itu. Setahuku dulu saat kakak masih hidup ibu tidak pernah memarahi kakak, walaupun kakak melakukan kesalahan yang besar.

"Tok ... tok ... tok ..."

            Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu. Kuhapus semua air mata, karena aku ingin terlihat baik-baik saja dihadapan semua orang.

"Iya, siapa?" jawabku.

"Ini Ayah, buka pintunya sekarang nak. Ayah ingin bicara denganmu."

"Ayah mau ngapain? Sekiranya Ayah mau ceramah jangan di kamarku."  Jawabku.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun