Mohon tunggu...
Raka Abbiyan Permana
Raka Abbiyan Permana Mohon Tunggu... Penulis - Pelajar

Menulis adalah inspirasiku

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Gagal Dulu, Gagal Lagi, Sukses Terus!

21 Februari 2021   11:31 Diperbarui: 21 Februari 2021   11:36 1357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhirnya malam ini aku bisa sampai di rumah dengan selamat. Rasanya sangat senang sudah kembali ke rumah ini, tetapi ada satu hal yang kurang. Ibu masih saja menyimpan amarah kepadaku. Namun, aku harus bersikap biasa saja sebagai tanda bukti hormat kepada orang tua. Malam ini aku langsung mempersiapkan peralatan sekolah walaupun masuk sekolah dua hari lagi. Aku yang sekarang sudah berbeda dengan aku yang dulu. Dulu aku yang sering malas-malasan, kini aku menjadi lebih semangat. Dulu yang aku suka makruh dalam mengerjakan sesuatu, kini aku lebih ikhlas dalam melakukan hal itu. Mungkin ini teguran dari Allah SWT. Supaya aku berubah dan menjadi pribadi yang lebih baik. Ternyata benar ya yang dikatakan dalam Al-Qur'an bahwa "Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum hingga mereka mengubah diri mereka sendiri," (QS. Ar-Rad:11).

            Rindu yang menjandi candu membuatku tak sabar untuk mengawali kehidupan baru. Walaupun tercatat sebagai siswi tertinggal di atas kertas rapor, tidak menghalangi semangat api membara ini. Mulai hari ini sekolah telah dibuka, tandanya hari ini juga aku masuk sekolah. Sebagai tanda hormat terhadap orang tua aku tetap meminta izin dari mereka supaya hari-hari yang akan kujalani lancar tanpa hambatan sedikitpun. Ayah selalu memberi semangat kepadaku tetapi ibu tetap saja terlihat kesal. Sekolah tahun ini berbeda, uang jajan yang dulu ada kini hilang musnah ditelan bumi. Namun, tidak menghalangi semangatku untuk belajar karena tanpa uang jajan aku masih bisa menahan rasa lapar. Terlihat dari ujung mata ayah terlihat seperti merasa kesihan kepadaku, aku bisa merasakan hal itu. Rasanya hati kecilku ingin berkata 'ayah aku bisa'. Namun, aku tidak perlu mengatakan hal itu secara langsung. Pasti ayah tahu bahwa aku bisa melakukan hal itu.

            Di sekolah, aku tidak merasa malu sedikit pun bertemu dengan adik kelas yang kini menjadi teman sekelas. Aku pun tidak pernah merasa atau bermimpi sebagai senior di kelas karena saat ini kita sama dan untuk selamanya menjadi teman seperjuangan. Aku senang dengan kelas baru, teman-temanku justru memberi dukungan kepadaku. Aku kira aku akan dibully karena aku tidak naik kelas tetapi sebaliknya mereka malah mendukungku dan menjadi teman baikku.

            Di sekolah aku mempunyai satu teman dekat, Dinda, dia adalah teman yang bisa aku percaya. Selama di sekolah kita selalu bersama-sama dalam menjalani aktifitas. Dimulai ke kantin bareng, pulang bareng, bahkan sampai pergi ke toilet bareng. Namun, satu yang kita tidak lakukan secara bersama-sama yaitu tinggal bersama. Hal itu tidak mungkin karena kita bebrbeda ayah dan ibu jadi mau tidak mau kita pulang ke rumah masing-masing.

            Tak terasa hari demi hari kita lalui bersama secara riang dan gembira. Ternyata kegagalan itu bukan berarti semuanya gagal, itu semua tergantung kepada siapa dan bagaimana orang itu mengubah kegagalan tersebut. Selama sekolah, aku dan Dinda bisa dibilang sebagai dua kuda yang sedang bertanding. Karena kami sangat ambisius dalam belajar. Peringkat kami di semester satu sangatlah baik sehingga kami berdua memiliki janji bahwa kita harus masuk SMP yang sama jika lulus nanti. Banyak yang mengira persaingan kita tidak sehat tetapi kami tidak mempedulikan itu.

            Satu tahun telah kulewati, aku yakin ibu pasti bangga kepadaku karena aku bisa memberikan nilai terbaik untuknya. Ayah tentu saja akan bangga kepadaku karena ayah selalu mendukung setiap langkahku. Aku lulus dengan nilai terbaik di sekolahku. Nilai hasil ujianku sangat memuaskan dan aku semakin percaya bahwa melakukan sesuatu dengan ikhlas akan menghasilkan buah yang manis. Karena setiap apa yang aku tanam dengan ikhlas buah yang akan dihasilkan pasti akan manis dan bisa dirasakan semua orang. Namun, ibu masih saja terlihat kesal kepadaku padahal aku sudah melakukan hal yang terbaik. Sebenarnya apa kesalahanku, sehingga ibu selalu membenciku. Aku ingin sekali menanyakan hal ini kepada ayah tetapi itu tidak mungkin, karena ayah pasti disuruh ibu untuk tidak menjawab permasalahan ini. Aku berinisiatif untuk menanyakan hal ini kepada saudara terdekat atau pun tetangga di sekitar rumah. Sebenarnya hal apa yang membuat ibu merasa benci bahkan jijik harus berhadapan denganku.

            Liburan semester kali ini, sepertinya aku bersama keluarga tidak bisa berlibur ke rumah nenek. Karena aku harus mengurus berkas-berkas untuk masuk ke sekolah baru yaitu SMP. Aku selalu ingat janji bersama Dinda bahwa kita harus masuk ke sekolah yang sama. Aku dan Dinda mempersiapkan berkas secara bersama-sama karena tujuan kita itu sama bahwa kita harus masuk ke sekolah yang sama. Nilai ujianku dan Dinda bisa dikatakan sebagai nilai yang terbaik karena lebih besar dibandingkan teman-teman lainnya. Sebelumnya, kami selalu berdoa semoga kami bisa masuk ke sekolah tersebut. Karena sekolah itu termasuk sekolah yang favorit dan hanya orang-orang tertentu yang bisa masuk ke sekolah itu.

            Pertemananku dengan Dinda semakin erat bahkan kami selalu menghabiskan waktu bersama untuk mengisi liburan. Bahkan kami belajar bersama untuk mempelajari mata pelajaran di SMP supaya kita jauh lebih paham sebelum diterangkan oleh guru. Memang kita terlalu ambisius untuk menggapai cita-cita tetapi kami menikmati hal itu. Prinsipku selagi tidak merugikan diri orang lain ya tidak masalah jadi kerjakan saja apa yang kita mau. Api semakin membara jika ditambahkan kayu, pisau akan semakin tajam jika selalu diasah. Begitu pun aku, semangat akan semakin membara jika disertai dukungan, otak akan semakin mudah memahami materi jika selalu dilatih.

***

SEMAN 

          Dewi fortuna memihak kepadaku pada tahun ini. Aku dan Dinda berhasil diterima di SMP Negeri 1 Nusa Bangsa, ya SMP yang dicap sebagai sekolah favorit di daerahku. Aku memilih sekolah itu karena aku yakin sekolah itu akan mengantarku hingga jenjang yang lebih tinggi dan menggapai arti dari sebuah kesuksesan. Sekolah baru menandakan bahwa kini aku telah tumbuh menjadi remaja putri. Tandanya aku harus bisa memilih pergaulan. Karena lingkungan baru tidak selamanya memberikan dampak yang baik, karena pada hakikatnya sebuah dampak itu pasti ada dua yaitu positif dan negatif. Namun, hal ini kembali kepada pribadi masing-masing dalam menjalani sebuah kehidupan. Seseorang yang bergaul dengan penjual minyak wangi pasti akan ketularan wanginya. Dan seseorang yang bergaul dengan penjual minyak tanah pasti akan tertular bau minyak tanahnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun