Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

AI, Teknologi Kuantum, dan Fusi Nuklir dalam Dialektika Integrasi Wahyu dan Sains

13 Maret 2025   02:05 Diperbarui: 13 Maret 2025   02:05 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebaliknya, lulusan universitas sekuler di negara-negara Islam menguasai sains tetapi memiliki pemahaman agama yang lemah.

Akibatnya, tidak ada sintesis antara keduanya, sehingga sains berkembang tanpa arah moral, sementara kajian agama mandek dalam kerangka tekstualisme tanpa aplikasi praktis dalam sains dan teknologi.

  • Kasus Negara yang Berhasil Mengintegrasikan Ilmu dan Agama:

Iran telah mengembangkan teknologi nuklir dengan tetap mempertahankan identitas Islamnya.

Turki memiliki lembaga riset yang mencoba mengembangkan "Islamic Science."

Malaysia mempromosikan konsep Islamization of Knowledge, meskipun masih mengalami berbagai tantangan dalam implementasinya.

Dari analisis ini, dapat disimpulkan bahwa keterbelakangan sains di dunia Islam bukan karena Islam bertentangan dengan sains, tetapi karena umat Islam sendiri gagal membangun paradigma yang mengintegrasikan keduanya.

Berdasarkan kajian epistemologi Islam, sejarah sains, dan analisis empiris, jelas bahwa kegagalan umat Islam dalam membangun paradigma sains berbasis Al-Qur'an disebabkan oleh reduksionisme dalam memahami wahyu dan dikotomi berpikir antara agama dan sains. Untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan rekonstruksi sistem pendidikan dan metodologi penelitian yang mampu menyatukan kembali wahyu dan ilmu pengetahuan dalam satu sistem keilmuan yang integratif.

2.4 Peran dan Kontribusi Para Pemikir Islam dalam Membangun Epistemologi Islam

Epistemologi Islam tidak dibangun dari satu pemikiran tunggal, tetapi merupakan sintesis dari berbagai gagasan yang berkembang dalam tradisi intelektual Islam selama berabad-abad. Kontribusi pemikir seperti Ibn Sina, Al-Farabi, Al-Ghazali, Ibn Khaldun, dan Ibn Haytham sangat krusial dalam membentuk sistem pengetahuan yang menyeimbangkan antara wahyu dan akal, antara metafisika dan empirisme. Berikut adalah elaborasi peran dan kontribusi mereka dalam membangun fondasi epistemologi Islam.

1. Ibn Sina dan Al-Farabi: Hierarki Pengetahuan dan Integrasi Akal-Wahyu

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun