Baik Naquib al-Attas maupun Ziauddin Sardar menolak reduksionisme dalam pemahaman wahyu dan sains, tetapi pendekatan mereka berbeda:
Al-Attas menekankan pentingnya membangun epistemologi Islam yang bersih dari unsur sekuler, sehingga wahyu menjadi dasar utama ilmu pengetahuan.
Sardar lebih fokus pada penerapan sains Islam yang etis dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat Muslim modern, tanpa menolak manfaat sains Barat.
Pendekatan mereka bisa dikombinasikan untuk menghasilkan model Islamisasi sains yang lebih holistik, yaitu:
Membangun epistemologi Islam yang kuat (seperti yang diusulkan al-Attas).
Mengembangkan metodologi dan aplikasi sains Islam yang kontekstual dan progresif (seperti yang diusulkan Sardar).
Dengan demikian, Islamisasi sains bukanlah sekadar menempelkan label Islam pada sains Barat, tetapi membangun paradigma ilmiah yang berakar pada nilai-nilai wahyu, etika Islam, dan kebutuhan peradaban Muslim modern.
B. Urgensi Integrasi Wahyu-Sains Menurut Naquib al-Attas dan Ziauddin Sardar
Integrasi wahyu dan sains menjadi perdebatan sentral dalam filsafat ilmu Islam kontemporer. Naquib al-Attas dan Ziauddin Sardar menawarkan perspektif yang berbeda tentang urgensi integrasi ini serta relevansinya bagi kehidupan modern dan masa depan umat Islam.
1. Urgensi Integrasi Wahyu-Sains Menurut Naquib al-Attas
Menghindari Krisis Epistemologi di Dunia Islam