Dalam era big data dan AI, sains yang tidak berlandaskan nilai spiritual dapat disalahgunakan untuk kepentingan ekonomi dan politik.
Ilmuwan Muslim harus memiliki kerangka epistemologi Islam agar sains tidak hanya menjadi alat eksploitasi, tetapi juga membantu manusia menemukan makna hidup yang lebih dalam.
Relevansi bagi masa depan:
-
Jika umat Islam gagal membangun epistemologi sains berbasis wahyu, mereka akan terus menjadi konsumen teknologi alih-alih inovator.
Islamisasi ilmu dapat menciptakan model sains yang lebih humanis, di mana teknologi tidak hanya mengejar profit, tetapi juga memperbaiki kualitas hidup manusia secara etis.2. Urgensi Integrasi Wahyu-Sains Menurut Ziauddin SardarMenghindari Ketimpangan Ilmiah dan Sosial dalam Dunia IslamSardar menyoroti bahwa umat Islam mengalami ketertinggalan sains dan teknologi karena:
Fetisisme terhadap masa keemasan sains Islam tanpa inovasi baru.
Ketergantungan pada sains Barat tanpa kritik dan adaptasi.
Minimnya orientasi sains pada kebutuhan sosial umat Islam.
"Islamic Science must not only be about theories and texts; it must be a force for positive change in the real world.", kata Ziauddin Sardar.
2. Solusi: Sains Islam yang Dinamis dan Kontekstual
Sardar berpendapat bahwa integrasi wahyu dan sains harus bersifat dinamis, bukan hanya sekadar islamisasi ilmu Barat. Ia mengusulkan: