Berorientasi Etika: Sains harus berkembang secara bertanggung jawab untuk kesejahteraan umat manusia.
Dengan Islamisasi sains, umat Islam dapat mengembangkan ilmu yang tidak hanya maju secara teknologi, tetapi juga selaras dengan nilai-nilai wahyu dan maqashid syariah.
2.2 Metode Historis: Studi Perbandingan antara Sains dalam Peradaban Islam dan Sekularisme Modern
Untuk memahami mengapa umat Islam saat ini gagal membangun paradigma sains berbasis Al-Qur'an, kita perlu melihat bagaimana peradaban Islam di masa lalu mampu memimpin dunia dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Metode historis akan digunakan untuk membandingkan model pengembangan sains dalam peradaban Islam klasik dengan sains modern berbasis sekularisme.
Peradaban Islam Abad Pertengahan:
Ilmu berkembang pesat di kota-kota seperti Baghdad, Kairo, Cordoba, dan Samarkand karena adanya dorongan untuk memahami ayat-ayat Al-Qur'an dalam konteks ilmiah.
Ilmuwan seperti Ibn al-Haytham (optik), Al-Khwarizmi (matematika), Al-Razi (medis), dan Al-Biruni (astronomi) tidak hanya melakukan penelitian empiris, tetapi juga mengaitkan temuan mereka dengan prinsip-prinsip tauhid dan keteraturan alam dalam Islam.
Pendidikan di dunia Islam tidak memisahkan antara ilmu agama dan ilmu rasional. Madrasah dan Baitul Hikmah menjadi pusat kajian multidisipliner.
Peradaban Sekular Modern:
Revolusi Ilmiah di Barat berkembang setelah pemisahan antara ilmu pengetahuan dan agama.
Sains modern berbasis metode empiris dan positivisme, tanpa keterikatan dengan nilai-nilai transendental.