Mohon tunggu...
Syaifull Hisyam
Syaifull Hisyam Mohon Tunggu... wiraswasta -

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Mendung Tak Selamanya

23 Oktober 2017   01:51 Diperbarui: 23 Oktober 2017   03:18 3612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah bentuk rasa cinta dan kasih sayang dari Tuhan kepada para hambanya, pada hakikatnya setiap Manusia selalu diberi ujian dan tantangan. Setiap manusia yang terlahir di atas Bumi, sebagai konsekuensinya harus bisa dan berani menghadapi sebuah ujian dari sang Khalik. Namun bukan termasuk manusia pilihan, apabila harus menyerah begitu saja. 

Apalagi penyerahan dan kepasrahannya sebelum babak pertandingan usai. Begitu kompleksnya suatu permasalahan hidup. Sehingga perlu  ditanamkan dalam diri manusia sifat ulet dan pantang menyerah. Agar mudah  mencapai titik klimaks  sebuah kepuasan bathin. Permasalahan hidup adalah suatu keniscayaan. Bukan untuk ditakuti, di kejar atau dijauhi, tetapi untuk dihadapi. Sehingga kelak menjadi insan yang mendapat tempat yang tertinggi,'Maqoomam mahmuuda'.

Sepeninggal Kang Karta Aminah menjalani hidup bersama kedua putrinya. Putri pertamanya Marsinah, menyusul bibinya, Sukarti ke negeri Sakura. Putri keduanya, Marsiyah yang meninggal beberapa saat setelah melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Qohar Abdullah. Sebelum meninggal ia sempat mengutarakan keinginannya, pergi menyusul Marsinah ke negeri Sakura, namun Aminah melarangnya.

Sebenarnya Marsiyah ingin pergi ke negeri sakura, lantaran ingin melupakan suatu masalah yang dianggapnya sebagai beban. Ia mencoba untuk keluar dari belenggu rumah tangganya. Ternyata suaminya, Arman yang pengangguran itu belum bisa mencerna arti dari sebuah tanggung jawab. Seorang lelaki dengan kebiasaannya nongkrong di pinggir jalan dengan ditemani asap rokok dan secangkir kopi. Lama-lama marsiyah menyebut suaminya dengan sebutan lelaki tempe busuk.

Belum sempat ke negeri sakura menyusul Marsinah, ia lebih dulu memenuhi panggilan Ilahi, pergi menuju alam baka. Meski bathin Aminah sebenarnya terpukul kala itu, karena kehilangan seorang anak perempuan satu-satunya yang masih tersisa. Namun ia berusaha tegar meski itu terasa berat. Aminah hanyalah sesosok manusia yang terus mencoba untuk tawakkal dan berusaha mengikhlaskan kepergian putrinya. Toh kalaupun ditangisi dengan lelehan air mata seluas samudra, Marsiyah tak akan pernah kembali dan bertemu lagi dengannya, kecuali pertemuan itu hanya dalam mimpi.

Setelah kepergian Marsiyah, Aminah mengganti perannya, merawat Qohar dengan penuh kesabaran. Kala Qohar menangis, Aminah mensiasati tangisannya dengan merelakan puting susunya yang telah keriput. Walau pada hakikatnya sudah tidak bisa keluar air susu setetespun, tetapi mampu membuat Qohar serasa terobati. Setiap hari Qohar diberi asupan air tajin sebagai pengganti susu. Dan kini cucu satu-satunya yang senantiasa dicintainya itu hilang entah kemana. Ia telah mencoba bertanya kepada para tetangga tetapi hasilnya nihil. Mereka tidak mengetahui keberadaannya, para tetangga yang bersimpati datang silih berganti hingga sore menjelang lalu kemudian satu persatu pamit pulang.


Di saat suasana kembali lengang pikirannya kembali buyar. Aneka macam makanan dan buah-buahan pemberian tetangga sama sekali tak disentuhnya. Tidak ada nafsu makan dan juga gairah hidup malam itu. Meskipun diliputi rasa gundah, ia masih saja berharap dan tetap meyakini bahwa Qohar pasti kembali ke pangkuannya, tetapi rasa khawatir itu semakin memenuhi pikirannya. 

Sekujur tubuhnya terasa berat seperti orang yang baru kerja seharian. Tubuhnya yang renta semakin lemas tak berdaya, hanya pasrah kepada yang Kuasa yang ia mampu. Ia mencoba berdiri dan berjalan menuju sumur mengambil air wudlu hendak melaksanakan shalat ashar. Belum sempat melaksanakan wudlu ia dikejutkan suara gesekan sendok dan piring. Alangkah terkejutnya Aminah setelah melihat Qohar tengah menenteng sepiring nasi di ruang dapur yang bersebelahan dengan sumur.

"Qohar! kamu masih ingat rumah?" ujarnya tak habis pikir." Ingat makan lagi.." sambungnya kemudian.

"Saya lapar Mak!" keluhnya. Mengalihkan pembicaraan.

"Kalau lapar ya makan jangan keluyuran. Kamu tahu! tadi kamu kucari sampai buyeng"

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun