Mohon tunggu...
Syaifull Hisyam
Syaifull Hisyam Mohon Tunggu... wiraswasta -

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Mendung Tak Selamanya

23 Oktober 2017   01:51 Diperbarui: 23 Oktober 2017   03:18 3612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Aminah diam tidak menjawab. Hatinya kembali teriris untuk yang kesekian kalinya, meninggalkan luka yang kian menganga. Nafasnya menjadi terasa sesak, kedua mulutnya terkunci dan sekujur tubuhnya mendadak dingin. Perempuan tua berambut perak itu seperti seorang prajurit yang terpojok lalu dikepung oleh segerombolan musuh-musuhnya. Ia ibarat ranting kecil yang kering di tengah-tengah gurun pasir, sekali diterpa angin akan terserak seketika. Ia hanya seorang perempuan yang dirangkai dari iga seorang Adam yang tipis dan bengkok. Sekali diluruskan ia akan patah, rapuh. Seorang perempuan tua seperti dirinya hanya bisa diluruskan dengan keris, keris estetika berlandaskan nilai-nilai rasa kemanusiaan, keris perasaan. Meski harus menghadapi jiwa-jiwa yang diliputi amarah, tetapi ia merasa kuat menghadapi sebuah kenyataan. Pertanyaan konyol yang tidak didasari oleh perasaan itu seperti tak kuasa untuk dijawabnya.

"Dibayar berapa sampeyan melakukan semua ini?" Kembali pertanyaan konyol mengarah padanya.

"Tidak ada yang membayar, Aku tidak mau dibayar aku bukan orang miskin!" jawabnya dengan dongkol.

" Yo wis kalau begitu sampeyan disini dulu menunggu kebijakan dari Pak Lurah." dua orang itupun pergi meninggalkan ruangan lalu menutup pintu dari luar dan menguncinya rapat-rapat.

Tiada kepastian sampai kapan kebijakan itu selesai dibuat. Berjam-jam menunggu sebuah jawaban tanpa kepastian, seumpama menunggu pencarian sebutir garam ditengah-tengah lautan. Menunggu dan menunggu dengan harap-harap cemas dalam kisaran waktu yang terus berlalu. Dari bibirnya yang kering tak henti-hentinya melafadzkan kalimat istigfar. Satu bentuk perwujudan existensi pengakuan diri, sebagai bagian dari 'mahallul khoto' wannisyan', seorang manusia yang tidak bisa lepas dari kesalahan dan kekhilafan..

Rasa khawatir dan takut telah membaur menjadi satu. Qohar merengek, meminta agar dirinya segera dipulangkan. Kedua bola matanya berkaca-kaca seiring tangis lirih yang tertahan, tetapi akhirnya ia bisa memahami keadaan setelah neneknya memberikan sebuah isyarat. Sesenggukan tangis kecil mengisi kesunyian. Sementara itu, tak jauh dari tempat duduknya, seekor laba-laba di ujung pojok kamar sedang membuat sarang. Dalam hitungan menit laba-laba  itu sanggup merampungkan rumahnya. Tetapi rumah yang dibangun dalam sekejap itu apabila dihempas angin akan hancur berkeping-keping, bahkan oleh tiupan angin seorang anak kecil. Begitu mudahnya sarang laba-laba itu terbangun dan begitu mudahnya pula hancur oleh sekedar tiupan angin. Di atas langit-langit tampak tiga ekor cicak berkejar-kejaran, lalu satu sama lain saling menunggangi. Sekali waktu tampak seekor cicak jantan tengah mengejar seekor cicak betina di atas langit-langit. Dengan gesit cicak jantan mampu mengejarnya, lalu cicak betina berhenti dan diam tanpa gerak, cicak jantan lalu menungganginya dengan susah payah. Pada saat menunggang itulah dua ekor cicak yang saling tumpang tindih itu terjatuh secara bersamaan.  Meskipun terjatuh dari langit-langit yang tinggi, kedua cicak yang tengah di mabuk asmara itu terasa melompat dari jarak yang terlalu dekat. Keduanya tidak apa-apa, lalu cicak jantan kembali mengejar cicak betina dengan membabi buta, sampai cicak betina itu menyerah kembali. Cicak adalah reptil kecil yang ulung, jika keadaan terancam, maka dengan sengaja cicak akan memutuskan ekornya untuk mengelabui musuh. Seakan-akan ekor yang baru saja dilepaskannya bernyawa karena terus bergerak-gerak, tetapi justru memang disitulah Tuhan menempatkan jurus andalannya. Jurus penyelamatan jiwa yang sempurna.


Karena terlalu lama menangis, akhirnya terhenti pula pada satu titik kelemahan. Kekuatan dalam diri seperti melemah dan menghilang, seiring perlahan terkurasnya airmata. Lambat laun air mata yang membasahi kedua pipinya yang putih bersih mengering. Tanpa disadari Qohar lalu tertidur dipelukan neneknya .

"Allahu akbar Allahu akbar...."

Terdengar alunan suara adzan Ashar. Adzan yang senantiasa mengawal perputaran matahari dan rembulan, serta jutaan planet-planet di angkasa raya hingga akhir zaman itu menyentakkan bathinnya. Waktu shalat dhuhur telah berganti waktu ashar. Waktu dimana matahari mulai condong kearah barat. Belum sempat menjalankan shalat dhuhur, kini telah berganti saatnya shalat ashar. Shalat, satu bentuk pengabdian dan rasa terima kasih kepada Sang Pencipta telah ia abaikan. Ia merasa telah berhutang kepada Tuhan karena hingga detik ini ia masih bisa mengecap kehidupan, masih bisa merasakan nikmatnya umur panjang dan bernafas sepuasnya, tanpa harus mengeluarkan gemerincing rupiah.  Ia diberi ujian olehnya, karena itu adalah suatu bukti dari kasih sayangnya. Tapi semua itu belum bisa ia balas, walau hanya berkorban waktu beberapa menit lamanya, untuk mendirikan tiang agama. Ia hanya bisa berdzikir, melafadzkan asma-asma nya yang mampu menyejukkan kalbu kala didera permasalahan. Kepada Tuhan ia mengadu.

Ya Allah, bukakanlah mata hati mereka, maafkanlah kesalahan-kesalahannya serta kesalahan-kesalahanku Ya Allah Yaa Robbi.

Qohar terbangun dari tidurnya, ia kebelet ingin kencing, lalu tanpa pikir panjang Aminah mengambil plastik bekas yang terserak di lantai untuk menampung air seninya lalu membungkusnya. Ditaruhnya air seni itu ke dalam laci, disebuah meja yang telah lusuh oleh debu yang menumpuk. Senyumpun mengembang menghiasi wajah dua insan yang terpaut puluhan tahun lamanya itu. Mereka terhibur sejenak oleh ulahnya sendiri.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun