Mohon tunggu...
Syaifull Hisyam
Syaifull Hisyam Mohon Tunggu... wiraswasta -

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Mendung Tak Selamanya

23 Oktober 2017   01:51 Diperbarui: 23 Oktober 2017   03:18 3612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Yo wis, kalau begitu kamu baca basmalah dan berdoa seperti biasanya, lalu tidur."

"Iya Mak."

Di pagi buta Aminah telah selesai melaksanakan shalat shubuh. Ia hendak menanak nasi, diambilnya air dari sumur untuk mencuci beras. Karena airnya masih terasa kurang, iapun mengambilnya lagi ke sumur. Begitu air didapatnya, ia malah terpeleset dan terjatuh di dekat sumur hingga pingsan, kepalanya terbentur sebuah tiang bambu di samping sumur. Tak ada seorangpun yang mengetahui hal itu.

Beberapa saat kemudian Qohar terbangun dan tidak mendapati neneknya, iapun bergegas mencarinya. Begitu ditemukan Qohar kaget bukan kepalang..

"Maknyak! bangun Mak!" teriaknya, ia menangis tersedu-sedu. Ia tidak tahu harus bagaimana selain tetap berusaha membangunkannya. Setelah tersadar Qohar membantu memapahnya ke dalam bilik.

"Maknyak kan belum sembuh benar, kenapa tidak istirahat saja?" dari kedua bola matanya meleleh bulir-bulir air mata.


"Tidak apa-apa, nanti nasinya kalau sudah matang dibuat bubur saja." ucapnya dengan suara lirih.

"Sudah! jangan dipikirkan, yang penting Maknyak sehat dulu."

Setiap kali Aminah mengangkat periuk dari tungku, Qohar seringkali melihatnya tanpa melapisi tatakan lain dikedua tangannya, ia pun mencobanya, setelah dicoba, ternyata tak semudah dengan yang ia bayangkan. Antara berat dengan dimensi panas menyatu. Tak kuasa ia bertahan terlalu lama barang beberapa detik. Ketika periuk akan dipindah, ujung jari tangan kirinya tiba-tiba terkena bara api kecil yang menempel di dinding periuk, sehingga melepuh dan meninggalkan bekas luka.

Bubur nasi putih itu telah matang dan tersaji di meja. Di ambilnya semangkuk buat dirinya dan semangkuk lagi buat neneknya. Bekas luka yang masih terlihat melepuh berusaha ia tutup-tutupi namun karena suatu ketidak sengajaan, lukanya terbentur mangkuk bubur disampingnya. Meski benturannya tidak terlalu keras tetapi ia telanjur mengaduh pelan secara spontan tanpa sengaja.

"Aduh!" keluhnya sambil meringis.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun