Mohon tunggu...
Syaifull Hisyam
Syaifull Hisyam Mohon Tunggu... wiraswasta -

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Mendung Tak Selamanya

23 Oktober 2017   01:51 Diperbarui: 23 Oktober 2017   03:18 3612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mbok Nah masih memejamkan matanya, tetapi ia tak kuasa menahan tawa, guratan senyum simpul yang samar tersungging semakin nyata.

"Aku tahu sekarang, Maknyak pura-pura kan?  Tuh kaan pipinya dekil, Aku kan tidak bisa ditipu" selidiknya sembari manggut-manggut.

"Tak bisa ditipu tapi kok nangis," sahutnya ketus.

"Aku kan pura-pura," kilahnya dengan wajah malu.

"Hmm...pura-pura." Aminah pura-pura mengiyakan meski hatinya ingkar.

Tanpa terasa hari telah siang, suara burung terkuok mulai terdengar bersahut-sahutan di sudut-sudut sepanjang aliran sungai. Burung-burung kutilang pun tak mau kalah, mulai memamerkan suaranya yang khas, melengking cukup lama seperti seorang Qori'. Burung-burung itu memanggil kawanannya, selang beberapa menit kemudian sekawanan burung kutilang terbang melayang meniti angin, lalu hinggap di dahan-dahan di atas pucuk pohon kapuk randu. 


Seakan-akan suara lengkingan burung kutilang yang pertama adalah suatu instruksi dari atasan agar secepatnya mengatur barisan. Bersatu dan bersama-sama mencari makan. Sementara di atas sana langit begitu cerah seperti terhampar karpet biru yang sangat luas. Sayup-sayup terlihat rembulan seperti merana dikesendiriannya. Kalah oleh pancaran sinar terik panasnya matahari.

Mereka telah pulang, Aminah menanak nasi sementara Qohar mulai asyik bermain egrang, mainan kuno yang cukup menantang. Setelah bosan ia lalu mencoba tantangan baru. Ia ingin neneknya bingung dan panik dibuatnya. Ia lalu pergi ke kamar dan mengendap-endap masuk ke kolong tempat tidurnya. Disiapkannya tikar pandan dan ditata sedemikian rupa. Di bawah kolong tempat tidur itu ia tidur-tiduran. Alangkah senangnya ia dengan tempat barunya itu, hingga ia terlupa akan segalanya. Cukup lama ia sembunyi hingga akhirnya tertidur.

Usai memasak Aminah mencari cucunya. Seluruh isi rumah telah diperiksa namun belum juga ditemukan. Ia mengira Qohar pergi kesungai seperti biasanya bersama teman-temannya. Setelah dicari kesana kemari, ternyata tidak juga diketemukan. Tanpa terasa bulir-bulir air matanya menetes dari kelopak matanya yang cekung. Selama ini kedua bola matanya selalu kering, hanya basah dikala berdo'a di tengah malam dan ketika teringat susahnya hidup pada zaman penjajahan.

Kekuatan bathinnya yang kian ulet itu tak lepas dari peran suaminya, Kang Karta. Ilmu siasat dari kang Karta telah merasuk ke dalam diri perempuan tua itu. Pesan-pesan kang Karta masih teringat betul dibenaknya.

Swiji bentuk roso tresno sangkeng Gusti Allah mareng poro kawulane, iku hakikote saben-saben manungso kapesten diwenehi ujian uriping dunyo. Saben-saben manungso kang katitis ono ingatase nduwur lemah, kudu biso ngalahake ujineng ngalam dunyo ingkang datenge sangkeng gusti. Ora kalebu manungso pilihan kang agaweane nyerah lan pasrah tanpo arekoso. Opo maneh nyerah lan pasrahe tanpo obahe lelakon. Sak tumleking atusaning masalah kang thukul, sahinggo supados ditanemake ingatase awak dewene, sifat gatot koco. Supoyo gampang olehe nemu kecukupaning bathin. Masalahing wong urip iku kapesten, ora nggo diwedheni, dilhayoni lan didhohi tinapi nggo diadhepi, sahinggo bakal dadi manungso kang mulyo.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun