Mohon tunggu...
Syaifull Hisyam
Syaifull Hisyam Mohon Tunggu... wiraswasta -

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Mendung Tak Selamanya

23 Oktober 2017   01:51 Diperbarui: 23 Oktober 2017   03:18 3612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak ada kebencian atas hujaman kata-kata kasar yang dilontarkan kepadanya, yang tergurat di wajahnya hanyalah wajah kepolosan seorang anak kecil yang tengah dirundung duka. Air matanya terus meleleh meski telah berulang kali ia menyekanya.

"Maafkan saya bocah bagus, bukan maksudku untuk menghinamu, tapi kenapa uang pemberianku harus kau buang ?" rasa bersalah itu tiba-tiba merapat dibenak pak Amin, setelah melihat beningnya air mata bocah kecil itu yang terus meleleh.

"Karena photo yang beredar di koran itu, Maknyak kembali dimarahi dan sekarang dihukum di Balai Desa."

"Ya Tuhan kenapa bisa jadi runyam urusannya, ya sudah, kalau begitu kamu sekarang ku antar ke Balai Desa, tapi kita tidak bisa berbuat apa-apa untuk nenekmu, kita tidak boleh gegabah, hanya pihak yang berwenang yang berhak menyelidiki masalah ini. Kamu jangan khawatir, biar nanti saya hubungi pihak yang berwenang supaya segera membebaskannya." kata pak Amin meyakinkan Qohar. Beberapa menit kemudian, diambilnya ponsel dari dalam kantong celananya dan menelepon pihak Kepolisian. Sementara itu, dengan terbur-buru,, Qohar mempersiapkan sebungkus nasi dan selembar jarek dalam sebuah plastik.

Siang itu, Qohar diantar ke Kantor Balai Desa, hanya sampai di seberang jalan. Sebelum berpisah, Pak Amin melalui sopirnya, memberikan sebuah bungkusan berisi biskuit sembari berpesan kembali kepada Qohar, supaya tidak usah mengkhawatirkan keadaan neneknyai, karena tak lama lagi, polisi akan segera datang dan membebaskannya.

"Jangan khawatir! Nenekmu pasti akan baik-baik saja, polisi akan segera datang menyelamatkan Nenekmu. Karena hari ini kita ada meeting di kantor. Insya Allah saya akan datang kerumahmu untuk menindak lanjuti masalah ini," Pak Amin berusaha menenangkannya lalu merekapun pergi.


Memasuki balai Desa Rakusan, seperti memasuki sarang binatang buas. Kalau bukan karena terpaksa, mungkin Qohar tidak akan sudi menyambanginya, tetapi ia harus menemui neneknya. Baginya para perangkat Desa Rakusan tak ubahnya seperti monster yang menakutkan. Seorang perangkat Desa berbadan tambun, berperawakan pendek serta berkumis tebal dengan mata melotot terlihat mondar-mandir tepat di depan kamar yang ditempati neneknya. Sementara di pojok ruangan, empat orang yang masih berbaju dinas tengah bermain kartu domino. Dengan tegar Qohar memberanikan diri menemui Neneknya. Membawakan selembar jarek dan sebungkus nasi, serta biskuit pemberian dari Pak Amin.

Tak sampai satu jam kemudian, apa yang dikatakan Pak Amin terbukti. Sejumlah enam orang polisi tiba-tiba mendatangi kantor kepala Desa Rakusan, dua diantaranya memakai baju sipil.

"Selamat siang, pak,"

"Ya siang. Ada apa pak?"

"Kami dari kepolisian mendapat surat perintah penyelidikan mengenai adanya dugaan penyekapan terhadap seorang Nenek, ini suratnya,"

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun