Mohon tunggu...
Doppo Bungaku
Doppo Bungaku Mohon Tunggu... Pendongeng Pemula

Konon, ada seorang pengembara yang memikul ransel berisi serpihan cerita. Ia mendengar bisikan pohon tua, percakapan api unggun, dan nyanyian anak-anak yang terlupakan. Semua ia simpan, satu per satu, hingga terkumpul menjadi mozaik dongeng yang bisa membuat siapa pun kembali percaya pada keajaiban.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Lo cunto de li cunti atau Pentamerone: Hari Pertama

5 Oktober 2025   09:03 Diperbarui: 5 Oktober 2025   09:03 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Giambattista Basile (sumber: Wikimedia Commons / Nicolaus Perrey, setelah Jacobus Pecini) 

Begitu Bulan, musuh para penyair, membalikkan punggungnya kepada Sang Surya, Meo melanjutkan perjalanan. Ketika ia sampai di tempat sang peri, peri itu mengira ia adalah Cienzo, dan menyapanya dengan limpahan kehangatan, seraya berkata berulang kali, "Selamat datang, pemuda gagahku, engkau yang telah menyelamatkan nyawaku."

 

Menerima segala keramahan itu, Meo menjawab, "Maafkan aku karena tak dapat tinggal lebih lama, sebab aku sedang terburu-buru. Namun, kelak kita akan bertemu kembali sepulangku nanti."

 

Dan dengan sukacita di hatinya karena terus menemukan jejak kakaknya, Meo menempuh jalan hingga akhirnya tiba di istana sang raja, tepat pada pagi hari ketika Cienzo telah terperangkap oleh rambut sang gadis jelita.

 

Ketika Meo masuk ke dalam istana, para pelayan menyambutnya dengan penuh kehormatan, dan sang pengantin perempuan menyongsongnya dengan pelukan mesra. Menechella berkata kepadanya, "Selamat datanglah, suamiku! Engkau pergi di pagi hari, kembali di sore hari! Saat semua burung tengah menyantap makanannya, sang burung hantu kembali ke sarangnya! Mengapa begitu lama engkau pergi, wahai Cienzo? Bagaimana mungkin engkau tega menjauh dari Menechella? Engkau memang telah menyelamatkanku dari mulut naga, tetapi kini engkau menjerumuskanku ke dalam kerongkongan kecurigaan, bila mata itu tak selalu ada di sini menjadi cermin bagi diriku!"

 

Meo, yang cerdik, segera memahami bahwa dia ini adalah istri kakaknya. Maka sambil menoleh padanya, ia meminta maaf karena datang terlambat. Setelah memeluknya, mereka pun pergi untuk menyantap hidangan.

 

Namun, ketika Bulan, bagaikan induk ayam, memanggil bintang-bintang untuk mematuk embun, mereka pun masuk ke peraduan. Tetapi Meo, yang menjunjung tinggi kehormatan kakaknya, membagi selimut menjadi dua, sehingga masing-masing mendapat satu bagian, agar tak ada kemungkinan sedikit pun dirinya menyentuh sang ipar.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun