Mohon tunggu...
Doppo Bungaku
Doppo Bungaku Mohon Tunggu... Pendongeng Pemula

Konon, ada seorang pengembara yang memikul ransel berisi serpihan cerita. Ia mendengar bisikan pohon tua, percakapan api unggun, dan nyanyian anak-anak yang terlupakan. Semua ia simpan, satu per satu, hingga terkumpul menjadi mozaik dongeng yang bisa membuat siapa pun kembali percaya pada keajaiban.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Lo cunto de li cunti atau Pentamerone: Hari Pertama

5 Oktober 2025   09:03 Diperbarui: 5 Oktober 2025   09:03 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Giambattista Basile (sumber: Wikimedia Commons / Nicolaus Perrey, setelah Jacobus Pecini) 

 

Maka ditaruhnyalah kain itu di tempat ia duduk tadi, dan orang pertama yang masuk ke situ untuk membuang hajat menemukan keberuntungannya dan membawanya pergi.

 

Ketika Vardiello pulang kepada ibunya tanpa kain itu dan menceritakan bagaimana kejadian berlangsung, hampir saja ibunya kena serangan jantung, dan berkata kepadanya, "Kapan kau akan waras? Lihatlah betapa banyak kekacauan yang telah kau timbulkan! Ingatlah semuanya! Tetapi salahku juga, karena paru-paruku lembut; aku tak membakar punggungmu sejak pertama, dan kini barulah kusadari bahwa tabib yang terlalu murah hati hanya membuat luka tak tersembuhkan. Kau akan terus menimbulkan kesusahan bagiku sampai kau mendapat pelajaran keras, dan saat itu barulah kita akan mengakhiri perhitungan kita."

 

Tetapi Vardiello berkata, "Diamlah, Ibu tersayang, takkan terjadi seperti katamu! Apa lagi yang kau inginkan selain koin-koin segar? Apakah kau mengira aku orang bodoh dari Ioio yang tak tahu urusanku sendiri? Esok masih ada! Tidak jauh dari sini ke Belvedere, dan kau akan lihat apakah aku tahu cara menaruh gagang pada sekop."

 

Keesokan paginya---saat bayang-bayang Malam, diusir oleh polisi Sang Matahari, terusir dari kota---Vardiello pun pergi ke halaman tempat patung itu berada dan berkata, "Selamat pagi, Tuan; kiranya berkenanlah kau memberiku empat keping uang itu? Ayolah, bayarlah kain yang kuberikan padamu."

 

Namun ketika dilihatnya patung itu tetap bisu, ia mengambil sebuah batu dan melemparkannya dengan sekuat tenaga, menghantam tepat di dada patung itu, hingga retaklah sebuah uratnya.

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun