Mohon tunggu...
Doppo Bungaku
Doppo Bungaku Mohon Tunggu... Pendongeng Pemula

Konon, ada seorang pengembara yang memikul ransel berisi serpihan cerita. Ia mendengar bisikan pohon tua, percakapan api unggun, dan nyanyian anak-anak yang terlupakan. Semua ia simpan, satu per satu, hingga terkumpul menjadi mozaik dongeng yang bisa membuat siapa pun kembali percaya pada keajaiban.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Lo cunto de li cunti atau Pentamerone: Hari Pertama

5 Oktober 2025   09:03 Diperbarui: 5 Oktober 2025   09:03 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Il Pentamerone, Volume II (1636) --- Wikimedia Commons 

Para penasihat, yang telah menghabiskan lebih banyak minyak daripada anggur, berkata, "Ia memang pantas mendapat hukuman besar, dan tanduk yang telah ia tancapkan di dahimu selayaknya dijadikan gagang pisau yang akan mengakhiri hidupnya. Namun tidak; bila kita membunuhnya sekarang, saat ia sedang mengandung, maka si nekat itu akan lolos dari jerat: dialah yang telah mempersenjatai tanduk kanan dan tanduk kirimu, sehingga engkau berada di tengah-tengah pertempuran kekecewaan; dialah yang telah menghamparkan bagimu seorang Cornelius Tacitus untuk mengajarkan politik Tiberius; dialah yang telah mempersembahkan padamu mimpi sejati kehinaan dan mengeluarkannya dari pintu bertanduk. Maka, marilah kita tunggu sampai ia mencapai pelabuhannya, hingga kita dapat mengetahui dari mana akar aib ini berasal. Setelah itu barulah kita pertimbangkan dan putuskan, dengan sebutir garam kebijaksanaan, apa yang mesti dilakukan."

 

Nasihat ini terasa tepat bagi sang raja, yang melihat mereka berbicara dengan tertib dan masuk akal. Maka ia menahan tangannya dan berkata, "Baiklah, kita tunggu saja bagaimana akhir dari perkara ini."

 

Sebagaimana telah ditentukan langit, tibalah saat kelahiran. Dengan empat rasa sakit kecil, dan pada hembusan pertama dalam tempayan, pada kata pertama bidan, serta pada kram pertama di perutnya, Vastolla menumpahkan ke pangkuan sang bidan dua bayi lelaki montok yang bagaikan dua apel emas.

 

Raja, yang kini hamil bukan dengan janin melainkan dengan amarah, memanggil para penasihatnya agar ia pun bisa melahirkan isi hatinya, lalu berkata, "Baiklah, anakku sudah melahirkan anak-anaknya; sekarang tiba waktunya menolongnya dengan sebilah cambuk."

 

"Jangan," kata para tetua itu (dan semua hanya demi menunda waktu selama mungkin), "tunggulah sampai si kecil-kecil itu bertambah besar, agar kita bisa mengenali rupa ayah mereka pada wajah mereka."

 

Raja tak pernah menuliskan sebaris bait pun tanpa petunjuk dewan penasehatnya, takut bila ia menulis bengkok. Maka ia pun mengangkat bahunya, menahan diri, dan menunggu hingga bocah-bocah itu genap berusia tujuh tahun. Saat itulah para penasihat kembali mendorongnya agar menyerang batang pohon beserta cabangnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun