Mohon tunggu...
Doppo Bungaku
Doppo Bungaku Mohon Tunggu... Pendongeng Pemula

Konon, ada seorang pengembara yang memikul ransel berisi serpihan cerita. Ia mendengar bisikan pohon tua, percakapan api unggun, dan nyanyian anak-anak yang terlupakan. Semua ia simpan, satu per satu, hingga terkumpul menjadi mozaik dongeng yang bisa membuat siapa pun kembali percaya pada keajaiban.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Lo cunto de li cunti atau Pentamerone: Hari Pertama

5 Oktober 2025   09:03 Diperbarui: 5 Oktober 2025   09:03 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Il Pentamerone, Volume II (1636) --- Wikimedia Commons 

 

Namun sekalipun ia mengucapkannya dari hari ini sampai esok, tetaplah sia-sia; taplak itu tak mengeluarkan secuil roti pun, apalagi jerami. Maka, melihat bahwa keberuntungannya berbalik melawan arus, ia berkata kepada ibunya, "Selamat tahun baru, Bu, si penjaga penginapan telah menipuku lagi! Tapi awas, sekarang kita berdua! Lebih baik ia tak pernah lahir! Lebih baik ia tertindih roda kereta! Semoga aku kehilangan perabot terbaik di rumah ini bila aku tidak menuntut ganti rugi di penginapan itu, bukan hanya untuk permata dan keledai yang dicuri, tetapi juga untuk taplak meja ini. Dan bila tidak, biarlah aku memecahkan piring-piringnya hingga jadi debu!"

 

Mendengar kebodohan baru ini, ibunya Antuono mulai menyemburkan api dan berkata, "Cukup sudah, anak terkutuk! Pergilah patahkan punggungmu! Enyahlah dari mataku; isi perutku rasanya mau tumpah, aku tak bisa menahanmu lagi; herniaku membengkak, dan gondokku makin besar bila kau ada di rumah! Selesaikan urusanmu sendiri, dan biarlah rumah ini bagimu seperti api, sebab aku akan menyingkirkanmu dari pakaianku dan berpura-pura tak pernah melahirkanmu!"

 

Antuono yang malang melihat kilat itu dan tak ingin menunggu guntur, maka, seakan-akan ia baru saja mencuri cucian segar, ia menundukkan kepala, mengangkat tumit, dan lari terbirit-birit kembali ke rumah ogre.

 

Ketika ogre melihat Antuono datang dengan langkah lesu dan wajah suram, ia pun menabuh simbal lain di telinganya, "Aku tak tahu apa yang menahanku untuk tidak mencungkil salah satu matamu, kau tenggorokan kentut, mulut gas, perut busuk, pantat ayam, ta-ta-ta-ta, penabuh terompet dari Vicaria! Engkau menyiarkan urusan pribadi bak pengumuman umum, memuntahkan isi perutmu sendiri, bahkan tak sanggup menahan sebutir kacang! Andaikan kau menutup mulutmu di penginapan, takkan ada semua ini. Tapi karena lidahmu kau gunakan seperti layar kincir angin, engkau telah menggiling menjadi debu segala kebahagiaan yang kuberikan dengan tanganku!"

 

Antuono yang malang hanya bisa menyelipkan ekor di antara kedua kakinya dan menelan musik pahit itu bulat-bulat. Ia tetap tinggal melayani ogre selama tiga tahun lagi tanpa peristiwa berarti, memikirkan rumahnya tak lebih sering daripada ia memikirkan untuk menjadi seorang bangsawan. Namun meski begitu, setelah waktu yang panjang itu, demamnya kembali, dan sekali lagi ia tergerak untuk pulang sejenak.

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun