Desain ulang ekosistem pendidikan-kerja-inovasi.
Pendidikan berbasis problem solving dan adaptif.
Kebijakan berbasis evidence dan kajian lintas sektor.
Roadmap 100 tahun pembangunan SDM dan ekonomi inklusif.
VII. Penutup: Indonesia Harus Belajar dari Cermin Retaknya Sendiri
Refleksi akhir: jika Indonesia ingin keluar dari status "gap sistemik" antara pendidikan dan industri, ia harus belajar bukan hanya dari negara lain, tapi dari kejujuran pada kegagalan dirinya sendiri.
Kutipan penutup: "Kecerdasan sejati bukan terletak pada seberapa tinggi nilai ujian, tapi pada seberapa mampu menghadapi realitas."
I. Pendahuluan
A. "Empat tahun lamanya jadi sarjana..."---Refleksi dari Lagu Sarjana Muda
Dalam senyapnya arus sejarah Indonesia yang konon sedang menuju "emas 2045", ada satu bait lagu yang tak lekang oleh waktu. Iwan Fals, dengan suara seraknya yang khas, menggambarkan sosok muda dengan jaket lusuh berjalan menyusuri jalan dengan langkah gontai. Ia bukan gelandangan, melainkan sarjana muda---simbol ironi dari negeri yang memuliakan ijazah namun menelantarkan pemiliknya. Lagu Sarjana Muda bukan sekadar karya seni, melainkan saksi zaman---pengingat kolektif bahwa problem pengangguran lulusan pendidikan tinggi bukan masalah baru, melainkan penyakit kronis yang diwariskan dari rezim ke rezim.
Kita kerap merayakan wisuda dengan gegap gempita. Kamera-kamera ponsel menyorot toga dan selempang cumlaude, sementara senyum orang tua tumpah dalam kebanggaan. Namun apa yang terjadi setelah itu? Ribuan lulusan berakhir bukan di ruang konferensi atau laboratorium penelitian, melainkan di balik kemudi ojek online, kasir toko ritel, atau malah duduk menganggur di rumah dengan gelar master. Dalam diam mereka membawa luka yang tak terlihat: harapan yang dikubur hidup-hidup oleh sistem yang tak pernah sungguh-sungguh merancang masa depan mereka.