Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Otopsi Sebuah Bangsa Pintar yang Tidak Cerdas

5 Juni 2025   11:58 Diperbarui: 5 Juni 2025   11:58 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

lulusan pasar kerja pengembang kurikulum pengambil kebijakan
Secara sistemik, bangsa ini berjalan sambil mengulang kesalahan.
Inti Kritik:
Tanpa riset, kebijakan hanya menjadi seni mengira-ngira. Tanpa evaluasi sistemik, bangsa ini menjadi pelari maraton yang terus berputar di lintasan yang sama, lelah tanpa arah. Negara besar tak bisa dibangun di atas intuisi sesaat, apalagi ego sektoral. Yang kita butuhkan adalah kebijakan berbasis data, evaluasi tanpa basa-basi, dan keberanian mengakui kesalahan untuk memperbaikinya.

D. Kegagalan Membangun Ekosistem: Pendidikan, Industri, dan Inovasi Berjalan Sendiri

"Tidak ada negara maju yang lahir dari sistem pendidikan yang berdiri sendiri. Tanpa koneksi ke industri dan inovasi, kampus hanya menjadi pabrik ijazah." --- Paraphrase dari pemikiran Prof. Joseph Stiglitz, ekonom pemenang Nobel

Indonesia sering menyebut kata "ekosistem" dalam pidato dan presentasi: ekosistem riset, ekosistem digital, ekosistem industri kreatif. Namun di balik istilah gemerlap itu, yang terjadi di lapangan adalah disintegrasi struktural. Dunia pendidikan, dunia industri, dan dunia inovasi berjalan masing-masing dengan dunianya sendiri, nyaris tanpa simpul yang mengikat mereka secara sistemik.

1. Pendidikan Tidak Tahu Butuh Apa Dunia Kerja

Banyak kurikulum di perguruan tinggi masih disusun berdasarkan asumsi masa lalu. Mahasiswa dididik untuk menjawab soal ujian, bukan menyelesaikan masalah nyata. Universitas jarang bertanya pada pelaku industri: "Skill apa yang kalian butuhkan hari ini dan 10 tahun ke depan?"
Sebaliknya, industri mengeluh: "Lulusan baru pintar teori, tapi kaku dan tidak siap pakai."
Hasilnya: ratusan ribu sarjana tanpa keahlian aplikatif, dan ribuan industri kekurangan tenaga kerja siap pakai.

Data dari World Bank (2022): lebih dari 55% perusahaan di Indonesia menyatakan lulusan perguruan tinggi tidak sesuai dengan kebutuhan pekerjaan.

2. Industri Tidak Menjadi Mitra Strategis Pendidikan

Di negara-negara seperti Jerman dan Singapura, perusahaan adalah bagian dari sistem pendidikan: memberikan masukan kurikulum, membuka magang berkualitas, bahkan mendanai program pelatihan bersama.
Di Indonesia, peran industri dalam pendidikan nyaris kosmetik: magang satu bulan tanpa supervisi, kerja serabutan tanpa nilai tambah, atau seminar sehari yang tidak berkelanjutan. Tidak ada skema co-creation antara akademisi dan pelaku usaha.

Studi LIPI (2020) menyebut bahwa kurang dari 10% universitas di Indonesia memiliki kemitraan aktif dengan industri lokal dalam pengembangan kurikulum atau riset terapan.

3. Inovasi Berdiri Tanpa Akar dan Tujuan

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun