Riset dan inovasi yang dihasilkan kampus sering tidak tersambung dengan dunia nyata. Banyak judul penelitian menarik, tapi berhenti di rak perpustakaan atau jurnal lokal yang tidak dibaca industri. Inovasi tanpa pengaplikasian industri adalah arsitektur tanpa tanah: indah di kertas, tapi tidak bisa ditempati.
Sebaliknya, pelaku industri malas melirik hasil riset lokal karena merasa "tidak praktis", "tidak siap pakai", atau "terlalu akademis."
4. Tidak Ada Orkestrasi Nasional
Negara gagal menjadi dirigen yang menyatukan komponen pendidikan, industri, dan inovasi dalam satu simfoni. Alih-alih menyatukan arah, kementerian-kementerian bekerja dalam silo:
Kemdikbud bicara kurikulum,
Kemenperin bicara industri 4.0,
BRIN bicara inovasi disruptif.
Namun tanpa narasi besar dan sistem penghubung, ketiganya berjalan seperti musisi yang memainkan lagu sendiri-sendiri, tanpa harmoni.
Laporan McKinsey (2021) menyimpulkan bahwa Indonesia memiliki banyak program dan lembaga, namun tidak memiliki integrator sistemik antar sektor pendidikan, riset, dan industri.
Inti Kritik:
Bangsa yang tidak bisa menyatukan pendidikan, industri, dan inovasi akan terjebak dalam stagnasi pengetahuan. Sarjana menjadi penganggur, inovasi jadi pajangan, dan industri jalan sendiri dengan skill-set yang usang. Di sinilah Indonesia membuktikan dirinya: punya potensi luar biasa, tapi gagal menjahit potensi itu menjadi satu kain nasional yang kuat dan bernilai.
VI. Rekomendasi Sistemik: Menciptakan Bangsa yang Cerdas, Bukan Sekadar Pintar
A. Desain Ulang Ekosistem Pendidikan-Kerja-Inovasi
"Pendidikan adalah senjata paling ampuh untuk mengubah dunia." Â --- Nelson Mandela
Tapi senjata, tanpa arah dan sasaran yang jelas, hanya akan menembak ke udara. Dan itulah yang terjadi di Indonesia: pendidikan berjalan, tapi tidak tahu sedang menuju ke mana. Maka, langkah pertama untuk membebaskan Indonesia dari paradoks "bangsa pintar yang tidak cerdas" adalah mendesain ulang total ekosistem pendidikan, kerja, dan inovasi --- bukan sebagai entitas terpisah, tapi sebagai satu ekosistem bernapas yang saling menyokong dan berkembang.
1. Sistem Pendidikan Harus Berbasis Kebutuhan Nyata, Bukan Administrasi
Kurikulum tidak lagi boleh disusun hanya oleh dosen di ruang senat yang jauh dari dinamika industri. Dunia kerja, dunia riset, dan pemerintah lokal harus duduk bersama di meja desain.
 Kurikulum harus: