Plak!
Tiga tamparan itu berhasil kembali membuatku tersungkur ke lantai, kali ini sangat menyedihkan, tubuhku lemas, seakan Jane terkurung dan tak bisa melawan. Mataku terasa panas, tak kusadari cairan bening membasahi kedua pipi lebamku. Entah mengapa yang ada di pikiranku hanya Jun, aku menyesal telah melanggar perintahnya agar menurut padanya dan tidak meninggalkannya sendirian.
"Jun, help me please." Lirihku terisak dilantai, sungguh miris!
Kedua pria yang menamparku tadi hanya tertawa lepas dan si pria yang pertama kali menamparku mengatakan sesuatu.
"Kau menghajar anak buahku tanpa ampun, tapi lihatlah kau sekarang menangis tanpa henti." Ucapnya
"Ini baru permulaan sayang, kau akan lebih menderita lagi dari ini." Imbuhnya lagi sambil berjalan kearahku dan mengelus puncak kepalaku lembut seakan ia tak melakukan dosa sama sekali.
Aku terisak-isak dilantai, sesekali aku tersedak karenanya, dan sesekali aku memanggil manggil nama Jun.
"Kekasih sialanmu itu tidak akan bisa menolongmu disini, jadi jangan bermimpi." Ucapnya terbahak.
Napasku semakin melemah seiring waktu, kupikir aku akan mati konyol di tangan para keparat ini.
BRAKKK
Pintu yang semula tertutup kini lepas dari engselnya karena di dobrak paksa oleh seseorang dari luar.
"Jun."